Pemerintah Harus Atur Penggunaan Data Pribadi dalam Pengembangan Ekonomi Digital

Andhika Prasetyo
26/4/2017 13:16
Pemerintah Harus Atur Penggunaan Data Pribadi dalam Pengembangan Ekonomi Digital
(Ilustrasi)

Pemerintah, pada 2020 menargetkan adanya capaian volume bisnis e-commerce sebesar US$130 miliar. Dengan capaian tersebut, Indonesia diprediksi mampu menjadi penggerak ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Namun, target ambisius tersebut tidak boleh membuat pemerintah lalai dan mengesampingkan hak pribadi masyarakat yang kini kerap digunakan oleh para pelaku bisnis tanpa melalui persetujuan pihak-pihak yang dilibatkan.

Di era big data, saat semua data dan informasi akan kebiasaan masyarakat dapat digunakan dengan bebas demi mengoptimalkan pertumbuhan bisnis, ekonomi digital harus mendapatkan pengawalan yang ketat. Pasalnya, upaya pengumpulan rekam jejak dalam ukuran besar itu melibatkan ratusan juta masyarakat di seluruh Indonesia.

Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Samuel Abrijani Pangerapan mengungkapkan big data memang menjadi hal penting dalam membantu kegiatan perekonomian khususnya dalam kegiatan digital, tetapi di sisi lain penggunaannya kerap digunakan secara berlebihan.

Ia menekankan pemerintah sudah menyiapkan berbagai regulasi untuk mengatur pengelolaan big data, sehingga semua pihak bisa menggunakannya sesuai dengan arahan yang ditetapkan.

“Ini yang harus diatur. Jangan sampai kita mengedepankan perekonomian tetapi privasi kita hilang,” ujar Samuel dalam perhelatan International Conference on the Digital Economy di Jakarta, Rabu (26/4).

Ia mengatakan, saat ini, pemerintah sudah menyiapkan hal-hal untuk mengatur penggunaan data dan informasi yang melibatkan masyarakat luas. Walaupun belum ada undang-undang khusus, Samuel mengatakan pemerintah memiliki peraturan perantara terkait penggunaan data pribadi di dalam Peraturan Menteri nomor 20 Tahun 2016. Yang mana tertuang di dalam Revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 terkait Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Kami juga sedang mengupayakan agar peraturan menteri itu pada 2018 sudah dapat menjadi UU tersendiri sehingga dapat mengikat semua orang-orang yang terlibat di dalamnya,” tegas Samuel.

“E-commerce mengumpulkan begitu banyak data dan mereka jelas membutuhkan pengawalan untuk memanfaatkan itu dengan benar. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu khawatir terkait penyalahgunaan informasi pribadi mereka,” lanjutnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran An An Chandrawulan, dalam kesempatan yang sama, mengatakan dengan segala sumber daya yang ada, Indonesia tidak diragukan mampu menjadi pemimpin ekonomi digital di kawasan. Tetapi, ekosistem yang ada saat ini harus terus diperbaiki.

“Harus ada ekosistem yang bisa dipercayai, dalam hal ini kemananan dan privasi data. Para pelaku usaha harus mengadopsi sistem keamanan yang komprehensid untuk mengurangi risiko. Itu semua harus dilakukan untuk menambah kesadaran akan oentingnya ptivasi data dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital,” tandasnya.

Berdasarkan data pemerintah, pengguna internet di Indonesia mencapai 132 juta orang. Lebih rinci, masyarakat yang menggunakan internet untuk melakukan transaksi daring tercatat 10 juta orang.

Hingga akhir 2016, transaksi yang dilakukan perusahaan teknologi keuangan atau financial technology (fintech) sebesar US$14,5 miliar. Adapun, total transaksi elektronik di seluruh dunia mencapai US$2.356 miliar. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya