Menjaring Calo Berjubah PNS

Akmal Fauzi
10/4/2017 08:42
Menjaring Calo Berjubah PNS
(Tersangka kepala desa yang tertangkap tangan kasus pungutan liar dalam pengurusan sertifikat tanah ditunjukkan saat gelar rilis di Polresta Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (17/3). -- ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

KEHADIRAN tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) mulai terasa tajinya. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selama ini berlaku semena-mena memintai uang semakin banyak terjaring.

Seperti yang terungkap di instansi pemerintahan Jakarta Barat. Lurah Pegadungan, Jufri, ditangkap tim Saber Pungli Polres Jakarta Barat, Kamis (6/4) sore, lantaran diduga melakukan pungli. Jufri meminta uang Rp10 juta kepada korban, JM, untuk biaya peng­urusan girik.

“Sudah dibayar Rp2,5 juta. Kami temukan juga barang bukti Rp5 juta dari ruangan (Jufri). Uang (Rp5 juta) itu masih kami dalami apakah hasil pungli atau bukan,” Wakapolres Jakarta Barat AKB Adex Yudiswan, akhir pekan lalu.

Pada 20 Maret 2017, tim Saber Pungli Polres Jakarta Timur juga menangkap MA dan FI, PNS Satuan Pelaksana Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, Pertanahan Kecamatan Ciracas, terkait dengan pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB). Keduanya ditangkap saat menerima Rp3 juta dari korban S.

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai penangkapan PNS jangan sekadar untuk popularitas. “Jangan sampai tangkap putus. Cuma cari popularitas saja. Enggak dilihat akar masalahnya, persekongkolan pungli,” tukas Bambang.

Ia berharap polisi khususnya tim Saber Pungli mencari akar masalah dari pungli yang terjadi di lingkungan pemerintahan. Menurutnya, polisi perlu mendapatkan tangkapan lebih besar dengan menyelidiki rangkaian pungli. “Harus dicari pemain-pemain besarnya,” ujar Bambang.

Kekhawatiran Bambang terjadi di lingkungan Pemkot Jakbar. Erwin Adhitia, putra Wali Kota Jakbar Anas Effendi, diduga sering memanfaatkan posisi ayahnya. Erwin kerap menawarkan ‘bantuan’ meloloskan peri­zinan bangunan.

Agus--pengusaha properti--meng­aku menjadi korban praktik Erwin. Ia menyetor uang lebih dari Rp200 juta secara bertahap pada 2016 untuk IMB delapan rumah di kawasan Semanan, Jakbar. “Alasannya uang pelicin,” kata Agus.

Menyalahi IMB
Kasus berawal dari bangunan Agus yang menyalahi aturan IMB dan dibong­kar Pemkot Jakbar. Erwin berjanji membantu Agus agar IMB bisa diterima Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Jakbar. Agus setuju dan membayar ‘pelicin’ secara bertahap kepada Erwin.

Dari dokumen yang diterima Media Indonesia, terlihat pembayaran dilakukan tunai dengan bukti kuitansi serta transfer dengan bukti slip bank. Ada dua kuitansi pada September dan Oktober 2016 masing-masing Rp25 juta dan Rp18 juta. Tertera pula tanda tangan Erwin di kuitansi itu.

Ada juga slip setoran bank senilai Rp30 juta serta setruk transfer senilai Rp15 juta ke rekening atas nama Erwin. Namun, pengurusan IMB yang dijanjikan Erwin tidak berhasil. BPTSP Pemkot Jakbar tetap menolak dokumen No 615/IX/2016/IMB pada Oktober 2016 dengan alasan me­nyalahi aturan ukuran bangunan.

Agus menagih janji, tetapi Erwin tak merespons. Agus berencana melaporkan Erwin ke polisi jika tak kunjung direspons. “Saya tunggu niat baik dia, kalau enggak bisa urus, saya minta uang dikembalikan,” tuturnya.

Saat dikonfirmasi, Erwin mengaku membantu Agus untuk mengurus IMB. Namun, dia berdalih uang yang diberikan Agus kurang. “Saya justru rugi. Harus bayar konsultan, arsitek. Serius saya rugi. Ya mau bagaimana ternyata (IMB) ditolak juga (oleh BPTSP),” kata dia. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya