Mark Rutte, Penyuka Masakan Indonesia

(Thomas Harming Suwarta/I-1)
18/3/2017 07:00
Mark Rutte, Penyuka Masakan Indonesia
(AFP/EMMANUEL DUNAND)

PEMIMPIN liberal Belanda Mark Rutte dikenal sebagai sosok pemimpin yang sederhana. Pemimpin Partai VVD atau Partai untuk Kebebasan itu masih setia mengendarai mobil bekasnya dan menggunakan ponsel tua. Ia juga masih tinggal di apartemennya yang sederhana yang dia beli setelah mendapatkan gelar sarjana sejarah dari Universitas Leiden pada 1992. Setidaknya selama satu jam dalam sepekan dia juga mengajar di sebuah sekolah di Den Haag, sebuah distrik miskin di Belanda.

Rutte dikenal sangat gemar makanan Indonesia. Setidaknya sekali seminggu ia menyempatkan diri makan di sebuah restoran Indonesia di Belanda bersama ibunya yang kini berusia 90 tahun. Pada masa mudanya, Rutte yang masih bujangan ialah seorang pianis berbakat. Bahkan, ia sempat berpikir untuk meniti karier di dunia musik. Namun, minat politik yang besar tampaknya membuat dia berbelok. Ketika pada usia masih sangat muda pada umur 16 tahun, Rutte bergabung dengan sayap pemuda Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD).

Setelah menamatkan pendidikan universitas, putra seorang pengusaha Hindia Belanda tersebut kemudian bergabung dengan perusahaan raksasa Unilever dan menjadi manajer personalia di dua anak perusahaan tersebut. Sementara itu, kariernya di jajaran pengurus partai VVD terus melaju. Dia mendapat jabatan dalam pemerintah senior 2002-2006 yang membidangi sosial dan pendidikan. Karier politiknya makin menanjak setelah pada 2006 ia mengambil kendali partai dengan menjadi pimpinan.

Pada 2010, ia menjadi Perdana Menteri Belanda sekaligus mencatatkan diri sebagai sosok liberal pertama yang memimpin sebuah koalisi yang berkuasa di Belanda lebih dari 90 tahun terakhir. Saat ini, VVD memiliki 33 kursi dari 150 kursi di parlemen. Empat partai diperkirakan akan bergabung dengan koalisinya. Seperti dilansir BBC, pria kelahiran 14 Februari 1967 ini ialah pendukung penuh kebijakan perdagangan bebas. Karena itu, ia merupakan orang yang sangat terpukul ketika mayoritas warga Inggris memilih meninggalkan Uni Eropa. Ia bagaimana pun dikenal sebagai pengagum Winston Churchill dan Margaret Thatcher - dua sosok pemimpin legendaris Inggris.

Namun, itulah Rutte yang pada saat-saat akhir menjelang pemilihan berhasil meraih simpati publik Belanda untuk kembali memilihnya. Betapa tidak, hanya beberapa hari menjelang pemilihan, situasi politik luar negeri Belanda sempat terganggu pascaketegangan diplomatik dengan Turki, setelah Rutte melarang menteri Turki berkampanye di Belanda. Larangan yang berujung pertikaian panas dengan Turki itu dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Rutte untuk mendapatkan dukungan politik luas dari masyarakat Belanda. Ia juga meraih simpati dengan mengangkat nilai-nilai ‘Negeri Tulip’ itu. (Thomas Harming Suwarta/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya