Nasionalisme masih Jadi Pilihan di Eropa

THOMAS HARMING SUWARTA thomas@mediaindonesia.com
18/3/2017 06:14
Nasionalisme masih Jadi Pilihan di Eropa
(AFP/Jerry Lampen)

PARA pemimpin Eropa menghela napas lega setelah pemilih liberal yang pro-Uni Eropa (UE) unggul dalam pemilihan umum di Belanda yang ditandai dengan kemenangan Perdana Menteri Mark Rutte, yakni Partai VVD atau Partai untuk Kebebasan dan Demokrasi unggul dalam perolehan kursi parlemen, dengan mengalahkan Geert Wilders dari sayap kanan yang mengusung gagasan anti-UE dan anti-Islam.

Kekalahan Geert Wilders di Belanda itu pun dianggap sebagai kekalahan bagi ekstremisme. Hal itu tentu juga menjadi gambaran bagi Prancis dan Jerman, yang juga menghadapi pemilihan pada tahun ini. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault mengucapkan selamat kepada PM Belanda Mark Rutte karena berhasil menghentikan munculnya ide-ide kanan yang dibawa Wilders.

Di Prancis, sosok yang sama ditemukan dalam diri Marine Le Pen yang dalam jajak pendapat diperkirakan akan menang dalam pemilihan putaran pertama pada April mendatang. Di Jerman, Kanselir Angela Merkel juga menyambut baik kemenangan Rutte yang ia sebut sebagai sahabat, tetangga sesama Eropa. Tantangan di Jerman pun tidak ringan karena partai AFD (Alternatif Jerman) yang antiimigrasi tengah berupaya meraih dukungan publik Jerman. Partai itu sudah berhasil untuk pertama kalinya masuk ke parlemen sejak Perang Dunia II.

Optimistis
Namun, sekutu Wilders di Eropa seperti Le Pen justru mengaku optimistis, setidaknya memberi petunjuk bahwa ide sayap kanan bisa diterima masyarakat Eropa. “Ini membuktikan bahwa ide kita diterima di berbagai negara Eropa,” kata Le Pen, yang kini banyak mengadopsi gaya kampanye Donald Trump dalam pemilu Amerika Serikat yang lalu untuk mengalahkan rival utamanya dalam pemilihan presiden Prancis.

Ditambahkan oleh kelompok kanan dari Liga Utara di Italia bahwa, “Ide-ide kanan sekarang sedang mengalami kemajuan.” Hal itu dikatakan kepala kelompok kanan Liga Utara Italia Matteo Salvini. Di Italia, kelompok itu membawa ide ‘mengubah Eropa, menyediakan lapangan pekerjaan dan melarang imigran’. Ketua AFD Jerman Frauke Petrym pun melihat kekalahan Wilders secara lebih objektif. Meskipun dia berharap agar rekannya itu bisa memperoleh hasil yang lebih baik, menurutnya, ide-ide yang dibawa Wilders terlalu ekstrem.

Wilders dalam kampanyenya berjanji menarik Belanda keluar dari UE, menutup masjid, dan menutup perbatasannya. Hal itu, kata Petry, menunjukkan pemilih justru ragu-ragu karena gagasan yang dibawa ‘terlalu keras’. Dia mencontohkan di Jerman, ide-ide partainya yang menolak imigran jauh lebih bisa diterima bahkan oleh kelompok nasionalis di Jerman. Hal itu pulalah yang membuat AFD mendapat dukungan dari publik Jerman.

Menurut pengamat, hasil pemilu Belanda itu menunjukkan bahwa bagaimanapun populisme sayap kanan menjadi kekuatan yang pantas diperhitungkan. “Satu pemilu tentu tidak bisa meramalkan hasil pemilu di tempat lain atau negara lain dengan sistem pemilu yang sangat berbeda,” kata Jean-Yves Camus, pengamat gerakan sayap kanan di Prancis. (AFP/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya