Erdogan Manfaatkan Jerman Cari Dukungan

Thomas Harming Suwarta
09/3/2017 10:48
Erdogan Manfaatkan Jerman Cari Dukungan
(AFP)

KETEGANGAN dengan Jerman dimanfaatkan para pendukung Presiden Turki Recep Tay­yip Erdogan untuk menggalang nasionalisme dalam kampanye menjelang referendum perluasan kekuasaan sang presiden pada 16 April nanti.

Referendum itu merupakan momentum politik krusial bagi Turki khususnya bagi Erdogan sebab akan menentukan apakah kekuasaan dia sebagai presiden akan diperluas. Jika disetujui, Erdogan bisa menjabat sebagai Presiden Turki hingga 2020.

Sejak pekan lalu, politisi-politisi Turki dan Jerman perang urat saraf setelah otoritas Jerman melarang sejumlah kampanye referen­dum bagi komunitas Turki di ‘Negeri Bavaria’ itu. Meski Berlin menegaskan la­rangan itu diputuskan otoritas daerah karena persoalan logistik, para pejabat Turki gencar menyerang balik.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengingatkan Jerman untuk tidak berbicara mengenai demokrasi dan hak asasi manusia.

“Tolong, jangan memberi kami pelajaran tentang hak asasi manusia dan demokrasi,” kata Cavusoglu, saat ia berbicara kepada 200 massa pendukung pemerintah Turki di kediaman konsul negara mereka di utara Kota Hamburg, Jerman.

Bahkan, Erdogan mengecam langkah Jerman itu sebagai tindakan fasis sama seperti dilakukan oleh Nazi pada era Perang Dunia II. Dia juga mengingatkan Jerman untuk tidak menghalanginya untuk berbicara di hadapan warga­nya.

“Ketegangan ini menjadi kampanye re­ferendum bagi Erdogan,” ujar Ahmet Insel, pakar politik dan akademisi.

“Mereka kesulitan menemukan tema bagi kampanye mereka dan kesulitan untuk memobilisasi para pendukung perluasan kekuasaan,” lanjutnya.

Insel menambahkan, larangan kampanye oleh otoritas di Jerman dan beberapa negara lainnya di Eropa dimanfaatkan Erdogan untuk menjadikan dirinya sebagai korban dan mengobarkan seruan anti-Eropa.

Menurut Insel, dukungan 300 ribu sampai 400 ribu suara dari warga Turki di luar negeri dalam referendum 16 April nanti bisa membuat perbedaan khususnya jika partisipasi warga Turki dalam referendum rendah.

Turki dan Jerman memiliki hubungan khusus karena banyaknya komunitas warga Turki di negara dengan ekonomi terbesar di Eropa itu. Ribuan warga Turki menjadi pekerja tamu atau Gastarbeiter sejak 1960 dan 1970.

Untuk mempertahankan hubungan baik dengan Ankara, yang juga merupakan mitra utamanya mencegah gelombang pengungsi dan migran ke Eropa, Jerman berupaya meredam ketegangan itu dan meminta Turki tetap berkepala dingin .

Menlu Jerman Sigmar Gabriel telah menjamu Cavusoglu untuk membahas permasalahan kedua negarai. Dalam pertemuan itu, Gabriel menegaskan bahwa membandingkan era Nazi dengan pembatalan kampanye atau hukum di Jerman tidak bisa diterima. Sebaliknya, Cavusoglu menegaskan kedua negara sama-sama tidak ingin hubungan mereka memburuk. (AFP/Ths/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya