Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PRESIDEN Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam pejabat Jerman dengan menyebut mereka bersikap seperti Nazi ketika membatalkan upaya penggalangan suara pemilih warga Turki di Jerman menjelang referendum Turki pada 16 April mendatang.
"Jerman, Anda bahkan tidak dekat dengan demokrasi," kata Erdogan dalam pidatonya pada sebuah acara pawai perempuan di Istanbul, Turki. "Praktek Anda tidak ada bedanya dengan praktek Nazi di masa lalu," tegasnya. Dia menambahkan: "Saya pikir Jerman sudah lama meninggalkan praktik Nazi. Dan ternyata saya keliru."
Pembatalan aksi penggalangan dukungan ini membuat marah pemerintah Turki, dan menuduh Berlin terlibat dalam politik internal Turki yang seakan mengarahkan pilihan warga Turki untuk memilih "Tidak" terkait amandemen konstitusi dalam proses referendum nanti.
Jerman merupakan rumah bagi populasi warga Turki terbesar di luar Turki dengan total populasi sekitar tiga juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 1,4 juta warga Turki di Jerman memiliki hak untuk memberikan suara dalam referendum April, yang akan menentukan arah politik Turki terkait kekuasaan Presiden yang ujungnya berdampak pada perluasan kekuasaan Erdogan sebagai Presiden. Bukan hanya itu jika perubahan ini disetujui maka Erdogan akan bisa berkuasa hingga 2029.
Dalam referendum nanti, rakyat Turki diberi pilihan apakah mendukung konstitusi yang akan mengalihkan kekuasaan dari parlemen kepada presiden atau 'tidak'. Dengan peralihan kekuasaan itu, maka Erdogan, antara lain, akan memiliki wewenang baru dalam hal anggaran, penunjukan menteri dan hakim, serta pembubaran parlemen.
Menyusul referendum ini, kubu yang kontra dengan perbahan konstitusi menilai dengan memperluas kekuasaan presiden maka parlemen akan tidak memiliki cukup fungsi dan cenderung memusatkan kekuasaan pada satu orang yaitu presiden.
Kanselir Austria Christian Kern mengatakan bahwa politisi Turki harus dilarang melakukan kampanye politik di Uni Eropa. "Respons kolektif Uni Eropa untuk mencegah adanya kampanye sehingga masing-masing negara seperti Jerman tidak bisa berada di bawah tekanan pihak Turki," kata Kern.
Aksi pawai Turki juga berada di bawah pengawasan di Belanda di mana Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan aksi pawai yang direncanakan untuk menggalang dukungan pro-Erdogan di Rotterdam pada 11 Maret tidak perlu dilakukan.
Erdogan memprediksi langkah Jerman akan diikuti oleh negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. "Belanda bertindak sama dan mungkin yang lain akan mengikuti," katanya.
"Tidak peduli di mana Anda berasal. Jika Anda berbicara tentang demokrasi, Anda harus menghidupinya." "Kami tidak ingin lagi melihat dunia Nazi. Kami tidak ingin melihat praktik rezim-rezim fasis."
Hubungan Turki-Jerman dalam beberapa bulan -setelah upaya kudeta yang gagal di Turki- memang cenderung memanas. Berlin sebelumnya telah mengkritik penangkapan Deniz Yucel, 43 koresponden nasional untuk koran 'Die Wel' di Jerman yang oleh pengadilan Istanbul disebut menyebarkan propaganda teroris dan menghasut kebencian.
"Orang itu adalah teroris, bukan wartawan," kata Erdogan. Berlin tidak seharunya "menempatkan menteri saya pada skala yang sama" dengan dia.
Erdogan juga mengatakan bahwa, jika dirinya mau, maka dia akan pergi ke Jerman sendiri, tetapi memperingatkan: "Jika Anda tidak membiarkan saya, atau jika Anda tidak membiarkan saya berbicara, saya akan membuat seluruh dunia bangkit." (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved