Inggris Buka Penyelidikan Historis Pelecehan Anak

Irene Harty/AFP
28/2/2017 18:06
Inggris Buka Penyelidikan Historis Pelecehan Anak
(AFP)

INGGRIS memastikan tengah melakukan penyelidikan terbuka atas kasus historis pelecehan anak-anak migran yang dikirim ke Australia setelah Perang Dunia II. Penyelidikan sejak 2014 itu terbuka pertama kalinya untuk publik pada Selasa (28/2) di International Dispute Resolution Centre London.

Penyelidikan independen itu dibuka untuk dugaan penyiksaan, pemerkosaan, dan perbudakan yang dialami ribuan anak tersebut. Fase penyelidikan terhadap Australia diperkirakan akan berlangsung selama 10 hari.

Menurut studi parlemen 1998, Kerajaan Inggris mengirim sekitar 150.000 anak-anak ke luar negeri lebih dari 350 tahun lalu. Praktik itu dibenarkan untuk memotong biaya merawat anak dan memberikan awal baru bagi anak muda yang kurang beruntung.

Saat itu negara persemakmuran kekurangan tenaga kerja dan lahan era kolonial penuh dengan warga Inggris berkulit putih. Pengiriman dilakukan antara 1945 dan 1970 ke Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Zimbabwe dengan kebanyakan tanpa persetujuan dari keluarga mereka.

Mereka dijanjikan pendidikan baik dan kehidupan baru tapi kenyataannya mereka kerja paksa dengan perlakuan brutal dan kekerasan seksual di lembaga terpencil yang dijalankan oleh gereja dan badan amal.

"Mereka mengirim kami ke tempat seperti neraka," kata salah satu korban, Clifford Walsh kepada BBC. Nasib yang sama juga menimpa Oliver Cosgrove yang dikirim ke Australia pada 1941 dalam rombongan sekitar 5.000-6.000 anak dengan kapal pada 1922-1967.

"Mereka yang dianiaya merasa sia-sia saat mencoba memberitahu orang lain yang dipercaya dapat membantu tapi ternyata tidak," kata wakil Cosgrove. Itu adalah masalah yang sistematis dan institusional.

Korban lainnya, David Hill juga merasakan kehancuran hidupnya saat penyelidikan pelecehan seksual "endemik" terjadi di sekolah di Australia di mana dia dikirim. "Saya berharap penyelidikan ini dapat mempromosikan pemahaman tentang konsekuensi jangka panjang dan penderitaan mereka yang mengalami pelecehan seksual," ujarnya.

"Banyak yang tidak pernah pulih dan secara permanen menderita rasa bersalah, malu, rasa percaya diri yang kurang, rendah diri, rasa takut, dan trauma."

Aswini Weereratne dari Child Migrants Trust mengatakan ada bukti jelas bahwa Inggris tahu penanganan standar kemiskinan di lembaga pendidikan Australia tapi gagal untuk merespons.

"Beberapa perlakuan bejat itu belum dapat diterima. Istilah pelecehan seksual terlalu lemah untuk menggambarkan hal itu," katanya. Itu bukan tentang migrasi sukarela tapi terpaksa atau dipaksa deportasi.

Profesor Stephen Constantine dalam sidang menegaskan kunjungan kerajaan ke lembaga yang diakui untuk melihat foto orang-orang jorban pelecehan itu menjadi langkah yang cukup baik untuk keluarga kerajaan. (OL-04)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya