Trump Imbau Toilet Sekolah Dipakai Sesuai Identitas Gender

AP
22/2/2017 10:05
Trump Imbau Toilet Sekolah Dipakai Sesuai Identitas Gender
(AP Photo/Elaine Thompson)

SATU lagi kebijakan Presiden AS Donald Trump yang kali ini ditentang oleh para aktivis hak asasi manusia. Kemarin, Trump mengeluarkan imbauan agar sekolah-sekolah di AS menerapkan penggunaan kamar mandi (toilet) di sekolah berdasarkan identitas gender, bukan orientasi gender.

Sontak kebijakan pemerintah federal ini mendapat reaksi keras dari aktivis dan kelompok LGBT di AS. Mereka mendesak agar Presiden Trump tetap menjaga pedoman penggunaan toilet di sekolah seperti pada saat era Presiden Obama, yang memungkinkan siswa untuk menggunakan toilet sekolah yang sesuai dengan identifikasi gender mereka.

Menanggapi desakan tersebut Juru Bicara Gedung Putih Sean Spicer tidak memberikan rincian tentang pedoman baru yang sedang disiapkan oleh Departemen Kehakiman AS itu. Namun dia menjawab dengan diplomatis bahwa Presiden Trump telah lama berpendapat bahwa hal-hal tersebut harus diserahkan kepada negara-negara bagia, bukan pemerintah federal, untuk memutuskannya.

"Saya pikir bahwa semua yang harus Anda lakukan adalah melihat apa pandangan presiden tentang hal ini untuk waktu yang lama. Ini adalah masalah hak negara," kata Spicer.

Kebijakan ini berbada dengan kebijakan Obama yang dikeluarkan pada Mei 2016 lalu yang menyatakan bahwa siswa transgender dapat mengakses toilet dan berpartisipasi dalam bidang atletik di sekolah sesuai dengan identifikasi jenis kelamin mereka . Sekolah juga diperintahkan untuk memperlakukan siswa sesuai dengan identitas gender yang mereka katakan tanpa memerlukan bukti medis.

Kebijakan Obama tersebut tentu saja dipuji oleh organisasi HAM. Sebaliknya, hal itu ditentang oleh kelompok-kelompok konservatif, yang menyebutnya melampaui batas dan pelanggaran pada ruang pribadi serta keselamatan semua siswa lainnya.

"Di AS, sebanyak lima belas negara bagian memiliki peraturan perlindungan eksplisit untuk siswa transgender, dan banyak sekolah di masing-masing negara bagian lainnya telah mengadopsi kebijakan yang mengakui siswa atas dasar identifikasi gender mereka, kata Direktur Hukum dan Kampanye Hak Asasi Manusia, Sarah Warbelow.

Hanya satu negara, yakni North Carolina yang undang-undangnya membatasi akses kamar mandi siswa dan didasarkan atas identitas seks mereka saat lahir. Namun pada tahun ini, anggota parlemen dari lebih 10 negara bagian AS sedang mempertimbangkan undang-undang yang sama.

Vanita Gupta, Kepala Departemen Kehakiman Divisi Hak Sipil di era Presiden Barack Obama, mengecam upaya pemerintahan Trump yang mengubah pedoman penggunaan kamar mandi di sekolah tersebut. "Untuk jubah ini, dalam federalisme telah mengabaikan peran penting dan bersejarah dalam memastikan bahwa semua anak, (termasuk siswa LGBT) dapat hadir di sekolah bebas dari diskriminasi," sindir Gupta.

Namun Ryan Anderson, seorang peneliti senior dari Heritage Foundation lebih condong pada kebijakan Trump. Dia mengatakan pedoman Obama yang melindungi siswa berdasarkan orientasi kelamin, bukan identitas gender mereka tidaklah sah karena juga melanggar hak-hak siswa lain. "Itu bisa dimengerti ketika seorang gadis 16 tahun mungkin tidak ingin ada 'laki-laki' melihat anatomi (tubuhnya) di dalam kamar mandi atau ruang ganti," kata Anderson membela kebijakan Trump.

Namun dia mengimbau agar siswa, orang tua, dan guru mencari solusi bersama dalam merespons kebijakan Trump itu. Misal, melengkapi sekolah dengan toilet single-hunian atau kamar ganti, atau memungkinkan siswa untuk mengakses ruang ganti guru.

"Kita bisa menemukan cara di mana privasi dan keamanan siswa transgender dihormati sementara juga menghormati privasi dan keamanan semua siswa lainnya," kata Anderson.

Sebuah studi yang dilakukan The Williams Institute di UCLA School of Law menyebutkan di AS tercatat sekitar 150.000 atau 0,7 persen remaja berusia antara 13 dan 17 tahun mengidentifikasi diri sebagai transgender.

Di pihak lain, kebijakan Trump ini disambut positif oleh aktivis di Jefferson City, Missouri. Alissa Johnson, relawan kelompok Kristen Peduli Perempuan untuk Amerika mengatakan bahwa anak laki-lakinya 17 tahun dan putri 10 tahun akan "ngeri" untuk berbagi kamar mandi sekolah.

"Saya tidak percaya bahwa toleransi berarti kita harus menyerahkan hak kami atau kebebasan kami untuk kelompok lain," kata Johnson.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya