Skandal Rusia Coreng Trump

Indah Hosein
16/2/2017 08:47
Skandal Rusia Coreng Trump
(Penasihat Keamanan Nasional AS Michael Flynn---AP/Carolyn Kaster)

GEDUNG Putih berjuang keras melindungi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Selasa (14/2), setelah skandal salah satu pejabat tingginya dengan Rusia terkuak.

Setelah penyelidikan independen terkumpul, Gedung Putih mengakui Trump telah diberi tahu tiga minggu lalu bahwa penasihat keamanan nasional, Michel Flynn, mungkin telah membuat rekan-rekannya salah sangka tentang hubungannya dengan Kremlin.

Pensiunan jenderal bintang tiga dan mantan Kepala Intelijen Pertahanan AS tersebut dituding telah melakukan pertemuan dengan Duta Besar (Dubes) Rusia, Sergey Kislyak, untuk membahas strategi sanksi sebelum dirinya dilantik sebagai penasihat keamanan.

Tindakan Flynn mungkin telah melanggar hukum AS karena melakukan negosiasi dengan kekuatan asing, dan paling tidak tindakan itu merupakan pelanggaran signifikan terhadap norma bahwa pemerintahan baru mengakui AS memiliki satu pemerintah pada satu waktu.

Flynn telah mengundurkan diri, Senin (13/2), setelah Gedung Putih mengakui bahwa penyelidikan selama beberapa pekan tidak menunjukkan adanya pelanggaran. Namun, indakan Flynn itu dinilai mengikis kepercayaan.

Di tengah keributan tersebut, Gedung Putih membantah bahwa Trump telah menginstruksikan Flynn untuk membahas kemungkinan sanksi di era Obama untuk ditarik kembali.

"Tidak, sama sekali tidak. Tidak, tidak, tidak," tegas juru bicara Gedung Putih, Sean Spicer yang juga meyebutkan bahwa Trump secara naluriah berpikir bahwa Flynn tidak melakukan sesuatu yang salah.

"Kajian penasihat Gedung Putih telah menguatkan itu, tidak ada masalah ilegal, tetapi masalah kepercayaan. Tingkat kepercayaan yang terkikis akibat situasi dan serangkaian kasus ini yang menyebabkan presiden untuk meminta Flynn mengundurkan diri," ujar Spicer.

Gedung Putih juga menegaskan bahwa Trump yang sebelumnya berulang kali memuji Presiden Rusia, Vladimir Putin, sebenarnya telah sangat keras kepada 'Negeri Beruang Merah.'

"Trump telah sangat jelas bahwa dia mengharapkan pemerintah Rusia untuk mengurangi kekerasan di Ukraina dan mengembalikan Krimea," ujar Spicer.

Tim kampanye Trump
Selain itu, surat kabar New York Times pada Selasa (14/2) mengatakan anggota tim kampanye presiden 2016 Trump dilaporkan telah berulang kali melakukan hubungan dengan pejabat tinggi intelijen Rusia sebelum Pemilihan Presiden AS 8 November.

"Penegak hukum dan agen intelijen AS menyadap komunikasi di saat yang sama ketika mereka menemukan bukti bahwa Rusia telah berupaya untuk ikut campur dengan pemilu dengan meretas Komite Partai Demokrat," tulis surat kabar tersebut mengutip tiga pejabat yang berbicara secara pribadi karena investigasi yang sedang berlangsung.

Oleh karena itu, menurut New York Times, badan intelijen AS tengah berusaha menentukan apakah kampanye Trump telah berkolusi dengan Moskow terkait dengan peretasan dan upaya lainnya.

Namun, Paul Manafort, ketua tim kampanye Trump, selama beberapa bulan pada tahun lalu segera membantah pernyataan tersebut sebagai laporan yang 'tidak masuk akal'.

Kremlin juga menyangkal laporan itu dan menyebutnya penuh kebohongan serta rekayasa. "Jangan memercayai laporan surat kabar. Saat ini sulit membedakan mereka dengan kebohongan dan rekayasa," ujar juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kemarin.(AFP/Ihs/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya