Abu Fidel Castro Diarak Keliling Negeri

Hym
02/12/2016 03:21
Abu Fidel Castro Diarak Keliling Negeri
(AFP / Ronaldo SCHEMIDT)

DUA figur sentral dalam sejarah gerakan revolusi di kawasan Amerika Latin, Fidel Castro dan Che Guevara, bertemu dalam momen reuni simbolis ketika abu Fidel tiba di kompleks permakaman besar di Kota Santa Clara, Kuba, Rabu (30/11) .

Santa Clara merupakan pemberhentian pertama dalam prosesi perjalanan abu Fidel, yang meninggal pada Jumat (25/11) di usia 90.

Pemimpin berjuluk El-Jefe itu dikremasi dan abunya akan dibawa melintasi penjuru negeri selama empat hari sebelum dimakamkan.

Ratusan ribu warga yang berdiri di sepanjang jalan, rute yang dilalui jip militer yang membawa abu sang pemimpin, mengibarkan bendera dan memegang gambar Fidel untuk memberikan ungkapan perpisahan.

Mereka berteriak, "I'm Fidel," dengan nada emosional. Raut pelayat terpukul oleh kepergian Fidel.

"Ini merupakan pertemuan bersejarah, dua komandan yang mengubah sejarah Kuba dan kemanusiaan," ujar Agnier Sanchez, 33, seorang teknisi citra medis.

"Dia adalah segalanya bagiku. Dia adalah orang yang memberi kami segalanya," kata Cristian Garcia, 13, yang mengecat wajahnya dengan kata-kata 'Aku mencintaimu, Fidel'.

Fidel akan dikebumikan di Kompleks Permakaman Santa Ifigenia di Kota Santiago, tempat dia memulai revolusi yang menumbangkan rezim diktator Fulgencio Batista, yang sekaligus membawanya ke tampuk kekuasaan pada 4 Desember 1959.

Sebuah billboard besar bergambar Fidel berdiri di kaki patung Guevara setinggi hampir 7 meter yang mengenakan baret di kepala dan berbaris ke medan perang.

Kata-kata di billboard berbunyi 'Until Victory, Always', frasa yang ditulis Guevara dalam sebuah ungkapan perpisahan untuk Fidel.

Konvoi akan dilanjutkan pada Kamis (1/12) pagi, menuju ke kota-kota lain sebelum upacara berakhir pada Minggu (4/12) di kota timur Santiago de Cuba, tempat abu Fidel akan dimakamkan di samping pahlawan kemerdekaan abad ke-19 Jose Marti.

Fidel memerintah dari 1959 hingga penyakit memaksanya untuk menyerahkan kekuasaan kepada adiknya, Raul Castro, pada 2006.

Bagi para pembangkang, Fidel tidak lain merupakan seorang diktator yang memenjarakan lawannya.

Akan tetapi, sejumlah kalangan di Kuba memuji warisan sang El-Jefe yang menghadirkan pendidikan gratis dan pelayanan kesehatan untuk warga Kuba.

"Saya berasal dari keluarga miskin. Saya orang kulit hitam. Jika tidak di era Fidel, (mungkin) saya tidak akan memiliki kesempatan untuk menjadi diri saya seperti hari ini," kata Maria Gonzalez, 31, seorang insinyur komputer.

Sepanjang rute perjalanan abu Fidel, para pendukung yakin bahwa revolusi akan terus bergema dan berjalan.

"Kuba tidak akan berubah," kata Jany de la Caridad, 20, yang melukis wajah Fidel muda di wajahnya. (AFP/Hym/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya