Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
APA yang membuat mereka jatuh cinta kepada gamelan?
Begitu pertanyaan yang menggelitik Media Indonesia ketika menyaksikan penampilan Kelompok Gamelan Jawa Padhang Moncar di New Zealand School of Music, Wellington, akhir pekan lalu.
Selain Budi Putra, pelatih Padhang Moncar selama 20 tahun, kelompok tersebut sepenuhnya berisi warga lokal 'Negeri Kiwi'. Beberapa di antara mereka bahkan sudah tergolong berusia lanjut.
“Memang anggota kelompok ini beragam, dari yang usia relatif muda sampai tua banget. Yang sepuh-sepuh itu sudah 40 tahun ikut, bahkan lebih dulu sebelum saya,” jelas Budi saat berbincang seusai malam ramah tamah dengan Pegiat Budaya 2016, di Kedutaan Besar RI di Wellington, Minggu (21/11).
Komunitas gamelan jawa perdana di Wellington tersebut lahir pada 1976, diprakarsai etnomusikog Allan Thomas dan komposer John Stanley ‘Jack’ Body.
Pada 1992, komunitas itu resmi bernama Padhang Moncar, terinspirasi dari sinar matahari terbit. Atensi terhadap gamelan kemudian bahkan tidak sebatas aktivitas komunitas.
Pada 1993, gamelan menjadi salah satu mata kuliah di Victoria University yang lalu menjelma New Zealand School of Music.
Menurut Budi, pelatih ke-3 Padhang Moncar sekaligus pengajar mata kuliah gamelan tersebut, salah satu faktor yang memikat dari gamelan adalah penampilannya.
“Sangat menarik. Gemebyar dengan kilauan warna emas. Dan ketika didengarkan, mereka jatuh cinta karena bunyinya variatif. Bentuknya besar kecil, ada dari bambu, ada kayu,” paparnya.
Filosofi harmoni dan keselarasan dalam bermain gamelan pun disebut pria berusia 50 tahun itu merupakan daya tarik tersendiri.
“Gamelan adalah ensemble tradisional paling besar yang bisa dimainkan bersama secara kekeluargaan. Di sini mereka senang karena di gamelan tidak ada yang menonjol. Tidak ada konduktor. Semua harus saling mendengarkan, saling menghormati,” ungkap Budi.
“Gamelan itu musik yang lain dari sehari-hari. Bermain gamelan harus membuka telinga, dan jadi mengerti sifat-sifat (pemain) lain. Itu luar biasa,” timpal Megan Collins, etnomusikolog yang memanajeri Padhang Moncar.
Wafatnya salah satu pendiri Padhang Moncar, Jack Body, tahun lalu, menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan kelompok tersebut.
Kepergian Body, yang dipanggil ‘mas’ oleh Budi, diakuinya ibarat kehilangan satu kaki. Ia pun sejenak gamang.
“Beliau itu profesor yang saat kami pentas, jadi sopir truknya, ikut angkat-angkat gamelan. Beliau aktif mengembangkan dan bahkan mempertahankan gamelan. Nah, yang orang asing saja menggeluti gamelan sampai seperti itu, bagaimana dengan kita? Itulah yang saya ambil, sehingga apapun yang terjadi saya akan tetap mengembangkan gamelan di ini,” tuturnya.
Ayah satu anak itu semakin mantap dengan keputusannya lantaran para anggota Padhang Moncar yang berkisar 40-50 orang itu menyatakan tetap komit.
“Mereka main gamelan tidak memikirkan materi, finansial. Voluntari dari hati karena mencintai gamelan. Itu yang membangkitkan semangat saya,” urai Budi yang juga mendirikan gamelan khusus orang Indonesia di Wellington, Ngripto Laras.
Ke depan, pria yang identik dengan kumisnya itu berencana memboyong kembali Padhang Moncar untuk tampil di Indonesia untuk kelima kalinya. Surakarta dan Yogyakarta adalah dua kota yang bakal mereka sambangi tahun depan.
Jakarta? “Tunggu ada sponsor,” jawabnya.
Jebolan STSI Surakarta itu pun berharap komunitas gamelan tersebut dapat terlibat dalam proyek-proyek kolaborasi lain, termasuk dengan para peserta Program Pegiat Budaya 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Adapun salah satu proyek yang menjadi kebanggaan Padhang Monchar adalah pada saat mereka berkontribusi untuk ilustrasi musik The Hobbit 2: Desolation of Smaug.
“Bagus kalau bisa seperti itu lagi, atau dengan (kelompok) musik lain, tarian, kami ingin mencoba semua,” sambung Collins. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved