Pemerintah Turki Skors 13 Ribu Personel Polisi dan Tutup Stasiun TV

Antara
05/10/2016 22:25
Pemerintah Turki Skors 13 Ribu Personel Polisi dan Tutup Stasiun TV
(AFP/ADEM ALTAN (STR))

PEMERINTAH Turki menskors sekitar 13 ribu petugas polisi, menahan puluhan perwira angkatan udara, dan menutup stasiun televisi, Selasa (4/10) waktu setempat, sebagai perluasan kebijakan menekan 'musuh' yang dirasakan bangkit dari kudeta gagal pada Juli 2016 lalu.

Pihak kepolisian menyatakan 12.801 petugas, termasuk 2.523 kepala, diskors karena berhubungan dengan ulama Turki yang berbasis di Amerika Serikat, Fethullah Gulen, yang dituduh Ankara mendalangi upaya penggulingan pemerintahan.

Gulen yang saat ini tinggal di pengasingannya di Pennsylvania, membantah memiliki hubungan apapun terhadap percobaan kudeta yang menyebabkan lebih dari 240 orang meninggal dunia tersebut.

Skors tersebut diperintahkan satu jam setelah Wakil Perdana Menteri Numan Kurtulmus mengumumkan bahwa kabinet telah menyetujui perpanjangan keadaan darurat selama 90 hari yang memperbarui kebijakan dekrit sebelumnya oleh Presiden Tayyip Erdogan setidaknya sampai Januari 2017.

Pemanjangan keadaan darurat yang sepertinya melalui badai sulit di parlemen itu, berarti membuat Erdogan dapat mengambil keputusan tanpa pengawasan Mahkamah Konstitusi yang merupakan badan hukum tertinggi di Turki.

Kantor berita swasta, Dogan, melaporkan, selain menskors sekitar 5% dari seluruh personel polisi, pihak berwenang menahan 33 perwira angkatan udara dalam penangkapan di seluruh Turki, dan memotong transmisi stasiun TV IMC menyusul tuduhan menyebarkan propaganda teroris.

Sementara, kantor berita Turki Anadolu mengatakan 37 orang yang bekerja di Kementerian Dalam Negeri juga telah dicopot dari posisinya, meskipun tanpa penjelasan sedikit pun.

Sejak pemberontakan 15 Juli 2016, Erdogan telah mengambil langkah-langkah untuk menyingkirkan staf-staf di berbagai lembaga negara dianggap tidak loyal atau berpotensi menjadi musuh negara.

Sekitar 100.000 orang dari kalangan militer, pegawai negeri, kepolisian, kejaksaan, dan kalangan universitas telah dipecat atau diskors dari pekerjaan mereka serta 32.000 lainnya ditangkap.

Pemerintah menyatakan hal tersebut dilakukan untuk membersihkan berbagai institusi dari keterkaitan dengan Gulen dan jaringannya yang disebut jaringan teroris oleh Turki.

Dogan juga melaporkan salah satu petugas polisi yang diskors pada Selasa, melakukan bunuh diri. Pria 26 tahun itu menembak kepalanya sendiri di sebuah taman di kota Mediterania, Mersin.

Tindakan keras terus-menerus tersebut, menyebabkan kekhawatiran dari negara-negara Barat yang merupakan sekutu Turki serta kelompok hak asasi manusia yang takut Erdogan menggunakan kudeta yang gagal sebagai dalih untuk mengurangi setiap perbedaan pendapat, sementara di saat yang sama dia mengintensifkan gerakannya terhadap milisi Kurdi dan simpatisannya.

Pada Selasa malam, Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang bersenjata, menyerang sebuah pos militer Turki di Provinsi Diyarbikar yang didominasi warga Kurdi dan menewaskan dua tentara serta melukai tiga orang lainnya, tutur gubernur setempat.

"Sebuah serangan telah dilakukan oleh organisasi teroris untuk memecah belah personel militer," kata kantor gubernur dalam sebuah pernyataan resmi dengan terminologi yang biasa untuk menggambarkan PKK.

Pada Agustus lalu, pasukan Turki melancarkan serangan ke utara Suriah dalam mendukung gerakan perlawanan menghadapi gerakan IS dan menciptakan koridor keamanan di sepanjang perbatasan Turki-Suriah yang juga dirancang untuk mendorong milisi Kurdi keluar dari Turki.

Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mengatakan pada Selasa bahwa milisi Kurdi YPG yang didukung oleh Amerika Serikat, telah mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan oleh gerakan IS. Dia juga menambahkan pasukan Turki siap untuk pergi setelah milisi Kurdi melakukan hal yang sama.

"Kami tahu bagaimana untuk membersihkan PYD/YPG, sama seperti kami membersihkan Daesh dari Jarablus," katanya, mengacu pada IS.

Ankara khawatir milisi Kurdi memperjuangkan otonomi yang lebih besar di Turki dan mendapatkan keuntungan dari gejolak di wilayah tersebut. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya