Mantan PM Inggris David Cameron Mundur dari Parlemen

Thomas Harming Suwarta
13/9/2016 19:12
Mantan PM Inggris David Cameron Mundur dari Parlemen
(AFP PHOTO / PHILIPPE HUGUEN)

MANTAN Perdana Menteri Inggris David Cameron mengundurkan diri dari Dewan Perwakilan pada Senin (12/9) waktu setempat. Sebelumnya pada Juni lalu tidak lama setelah hasil referendum Brexit (British Exit)--keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE)--diumumkan, Cameron mengundurkan diri sebagai PM Inggris dan menyerahkan kekuasaan kepada penggantinya Theresa May.

"Keadaan pengunduran diri saya sebagai PM dan realitas politik modern membuat saya sangat sulit untuk terus (di parlemen)," kata Cameron dalam sebuah pernyataan. "Saya sepenuhnya mendukung Theresa May dan memiliki keyakinan bahwa Inggris akan berkembang di bawah kepemimpinan yang kuat," sambung Cameron.

Dalam kesempatan referendum Brexit pada Juni lalu, posisi Cameron terdesak karena mayoritas publik Inggris tidak mendukung pilihannya untuk tetap mempertahankan Inggris bersama UE.

Berbagai kritik dilontarkan kepada Cameron yang dianggap ceroboh menempatkan referendum sebagai opsi yang diambil di tengah gelombang anti-Eropa yang digulirkan Partai Konservatif Tengah-Kanan pada saat itu.

Pengunduran dirinya dari parlemen ini terbilang cepat, berbeda dengan mantan PM sebelumnya yang meninggalkan kursi mereka di parlemen setelah beberapa tahun meninggalkan jabatannya. Apalagi sebelumnya, pria berusia 49 tahun itu berencana merampungkan tugasnya hingga masa pemilihan pada 2020.

Dalam pengajuannya, ia juga mengatakan tidak lagi ingin menjadi perwakilan dari daerah pemilihannya di Oxfordshire karena merasa ada politisi yang lebih pantas dan berhak untuk mewakili daerah pemilihannya itu.

"Saya telah lama memikirkan hal ini, selama musim panas. Dan saya memutuskan untuk mundur sebagai perwakilan dari daerah pemilihan saya di Witney," kata Cameron.

Cameron sendiri membantah hal tersebut terkait dengan keputusan Theresa May pada minggu lalu yang membiarkan sekolah-sekolah yang didanai pemerintah untuk melakukan seleksi atas dasar kemampuan akademik, hal ini yang dulu selama Cameron enam tahun menduduki kursi Perdana Menteri ditolak.

"Keputusan ini tidak didasarkan pada soal-soal yang menyangkut orang per orang dan bahwa itu bisa saja terjadi ya karena kebetulan saja," katanya.

"Yang jelas, saya memiliki pandangan sendiri atas isu-isu tertentu. Orang-orang mengehtaui hal itu. Itu intinya. Dan menurut pandangan saya, setelah saya mengundurkan diri menjadi perdana menteri, rasanya tidak mungkin untuk tetap menjadi anggota parlemen. Karena apa yang saya lakukan akan membuat distraksi untuk pemerintah, yang sedang membuat langkah besar demi negara ini," tegas Cameron.

Sementara itu, melalui pernyataan di akun Facebook-nya, May berharap hal-hal yang baik terhadap kelanjutan karier Cameron.

"Saya sangat bangga bisa bekerja bersama dalam pemerintah David Cameron dan di bawah pemerintahannya kita mendapat banyak hal-hal hebat," kata May.

Keputusan mundur Cameron ini pun mendapat respons dari rekan-rekannya. Misalnya mantan Menteri Keuangan yang juga mantan tangan kanannya, George Osborne, yang dikeluarkan dari kabinet pada Mei lalu, menyebutnya sebagai 'hari yang menyedihkan'.

"Saya tahu betapa sulitnya keputusan ini untuk dia," kata Osborne.

Mantan Menlu William Hague menambahkan itu merupakan 'keputusan yang tepat' dari koleganya.

Angela Eagle, seorang anggota parlemen senior di Partai Buruh, mengatakan kepada BBC bahwa Cameron telah 'menempatkan negara ini berisiko' melalui referendum lalu. "Dan dia kini pergi lalu meninggalkan orang lain untuk mengatasi kekacauan ini," tambahnya. (AFP/OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya