Negara Pasifik Sepakat Kurangi Emisi

Ihs
09/9/2016 04:23
Negara Pasifik Sepakat Kurangi Emisi
(AFP / Bill JAYNES)

MASALAH perubahan iklim tak hanya menjadi perhatian negara-negara besar dan kaya.

Sejumlah negara kecil yang tergabung di kawasan Pasifik pun sepakat untuk andil mengurangi emisi yang menjadi salah satu pemicu pemanasan global.

Hal itu terungkap dalam pertemuan tahunan Forum Negara Kepulauan Pasifik (PIF) yang dihadiri para pemimpin negara di kawasan tersebut.

Pertemuan PIF itu akan berlangsung hingga Sabtu (10/9) mendatang yang akan dilanjutkan pertemuan dengan negara pengawas, termasuk AS, Tiongkok, Uni Eropa, dan India.

Kebanyakan anggota PIF ialah negara kepulauan kecil dan negara berkembang dengan Australia dan Selandia Baru sebagai negara anggota terkaya.

Pertemuan tahunan itu resmi dibuka, Kamis (8/9), di Palikir, ibu kota Mikronesia.

Negara-negara PIF tengah menghadapi beberapa isu serius, termasuk isu over eksploitasi perikanan, kemiskinan, dan epidemi obesitas.

Namun, mereka sepakat masalah paling mendesak ialah perubahan iklim yang mengancam eksistensi negara dataran rendah di wilayah itu seperti Kiribati dan Tuvalu.

Negara-negara PIF telah memainkan peran kunci ketika mencapai persetujuan tahun lalu di Paris terkait dengan pembicaraan iklim.

Perjanjian yang juga akhirnya diratifikasi dua negara penyumbang polusi terbesar di dunia, Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, pada minggu lalu.

"Deklarasi Paris merupakan keberhasilan. Penting saat ini untuk memobilisasi rencana aksi global untuk mengurangi dampak pemanasan global," ujar Perdana Menteri Kepulauan Cook, Henry Puna.

Ia mengatakan negara-negara yang saat ini berada di garis depan isu perubahan iklim harus mempertahankan kepemimpinan mereka dan terus melakukan tekanan.

"Sebagai kawasan yang beberapa di antaranya paling rentan terkena dampak perubahan iklim, penting bagi negara-negara di Pasifik untuk terus melakukan advokasi serta aksi global mencegah perubahan iklim," tegasnya.

Tema pertemuan PIF tahun ini ialah Kecil dan jauh yang mengacu pada tantangan ekonomi yang dihadapi negara-negara kepulauan yang tersiolasi.

Presiden Negara Kepulauan Marshall Hilde Heine mengatakan negara-negara kecil tidak akan lari dari isu yang mengancam masa depan mereka.

"Meskipun perjanjian Paris sudah dicapai, perang terhadap ancaman perubahan iklim masih mendesak dilakukan. Sekali lagi kami telah berkomitmen untuk mengurangi emisi."

Pemerintah Kepulauan Marshall sebelumnya juga telah mendukung rencana pembuatan kesepakatan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dari bidang penerbangan.

Langkah itu merupakan dukungan lebih luas dari negara berkembang, yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Tiongkok, Amerika Serikat, Uni Eropa bersama 16 negara, di antaranya Turki dan Georgia, pada akhir pekan ini juga menyatakan dukungan terhadap perjanjian tersebut demi meningkatkan kesadaran terhadap masalah itu.

"Tiap negara mesti terlibat di semua bidang," kata Menteri Angkutan Kepulauan Marshall Mike Halferty.

Usul perjanjian baru tersebut bertujuan mengurangi polusi karbon di seluruh penerbangan internasional pada 2020.

Penerapannya akan dilakukan secara sukarela pada 2021 hingga 2026, dan wajib dilakukan satu tahun setelahnya oleh negara penyumbang emisi terbesar. (AFP/Ihs/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya