Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KEPOLISIAN Filipina menegaskan siap membunuh siapa saja, termasuk pengusaha kaya dan pejabat ternama, dalam perang melawan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Sejak Presiden Rodrigo Duterte berkuasa dua bulan lalu, pemerintah Filipina mengklaim telah membunuh lebih dari 2.400 orang dalam perang melawan narkotika. Jumlah itu semakin meningkatkan kekhawatiran berlanjutnya pembunuhan di luar jalur hukum.
Polisi mengaku telah membunuh 1.011 tersangka kasus narkoba dalam operasi resmi, dengan 1.391 lainnya 'tewas dalam proses investigasi'.
"Jika mereka melawan balik, mereka akan mati. Dengarkan baik-baik, kami tidak pilih-pilih," tegas Kepala Kepolisian Nasional Filipina Ronald dela Rosa dalam sebuah konferensi pers, seperti dikutip AFP, Senin (5/9).
"Semuanya, tidak peduli kaya, miskin, berprofesi sebagai polisi, warga sipil atau bahkan politikus, akan dibunuh jika terlibat kasus narkoba dan melawan balik petugas," sambung dia.
Sejumlah gereja Katolik di Filipina, begitu juga dengan organisasi hak asasi manusia dan bahkan PBB, telah mengkritik kebijakan Duterte yang mengizinkan pembunuhan di luar jalur hukum.
Sejumlah kritikus menuduh Duterte lebih cenderung membunuh para tersangka narkoba di daerah kumuh, dengan membiarkan para gembongnya yang kaya raya. Dela Rosa berusaha mematahkan kritik tersebut lewat pernyataan terbarunya.
Duterte terpilih sebagai presiden lewat kemenangan besar pada Mei. Dalam kampanyenya, ia berjanji mengakhiri kejahatan narkoba dalam kurun waktu enam bulan dengan membunuh puluhan ribu kriminal.
Dela Rosa, orang kepercayaan utama Duterte dalam perang melawan narkoba, menegaskan pihaknya akan jauh lebih kejam terhadap rekan sesama penegak hukum yang terlibat narkoba.
"Kami bahkan lebih cenderung membunuh rekan kami yang telah berkhianat terhadap perang ini. Mereka adalah para pengkhianat," ungkap dela Rosa.
Kekhawatiran mengenai kebijakan Duterte kian meningkat setelah sang presiden mendeklarasikan 'wilayah tanpa hukum' setelah terjadinya ledakan bom di Davao pada Jumat (2/9). Ledakan tersebut menewaskan 14 orang dan melukai 70 lainnya.
Deklarasi tersebut memungkinkan Duterte menggunakan kekuatan militer dalam operasi penegakan hukum. Kubu oposisi di Filipina mengatakan aksi tersebut tidak diperlukan dan justru berpotensi menciptakan lebih banyak pelanggaran HAM.
"Tenang saja, kami akan mengimplementasikan kebijakan ini tanpa melanggar HAM," ucap dela Rosa. (MTVN/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved