UU Keamanan Baru Malaysia Dikecam

Irene Harty
02/8/2016 06:27
UU Keamanan Baru Malaysia Dikecam
(AP/Joshua Paul)

BULAN lalu, penegak hukum Singapura menyita aset senilai S$240 juta (Rp2,3 triliun) dalam penyelidikan aliran dana pembangunan Malaysia 1MDB. Penyitaan ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Sejauh ini, investigasi polisi Singapura telah menemukan adanya aliran dana mencurigakan di beberapa bank-bank utama di negeri itu. "Aliran dana diselidiki termasuk yang terkait dengan Good Star Limited (Seychelles), Aabar Investments PJS Limited (BVI), Aabar Investments PJS Limited (Seychelles) dan Tanore Finance Corp. (BVI)," demikian diumumkan otoritas moneter Singapura dalam rilis bersama mereka dengan Departemen Kejaksaan Agung dan Departemen Urusan Ko-mersial Singapura.

Pernyataan itu dibuat menyusul gugatan yang diajukan jaksa Amerika Serikat untuk menyita lebih US$1 juta (Rp13 triliun) yang diduga terkait dengan uang yang dicuri dari dana 1MDB.

Singapura sendiri saat ini telah memohon akses informasi dari negara-negara di mana dana itu berasal. Beberapa permintaan tersebut masih diproses sampai saat ini.

Selain Amerika Serikat, beberapa negara lain juga meminta bantuan Singapura melakukan hal yang sama. Mereka semua menanyakan informasi tentang aliran dana yang diduga berasal dari 1MDB. Skandal ini juga diduga melibatkan PM Najib Razak dan kroninya. Najib kini tengah menghadapi tekanan untuk mengundurkan diri atas skandal korupsi tersebut.

Namun, di tengah skandal ini, pemerintah Malaysia malah mengeluarkan undang-undang keamanan baru yang dinilai para pegiat hak asasi manusia bakal mengekang warga. Undang-undang yang dikenal dengan nama Akta Majelis Keselamatan Negara itu memberikan wewenang kepada pihak berkuasa untuk melakukan penangkapan tanpa surat perintah penangkapan, menggeledah, dan menyita harta.

Amnesty International menilai wewenang yang diberikan kepada otorita terkait begitu luas sehingga dikhawatirkan dapat disalahgunakan dan membawa kemunduran.

Selain itu, Akta Majelis Keselamatan Negara memberikan kuasa kepada Dewan Keamanan yang dipimpin Perdana Menteri Najib Razak untuk mendeklarasi keadaan darurat di wilayah-wilayah tertentu atas nama keamanan nasional, serta memberikan wewenang penuh bagi polisi untuk melakukan penangkapan.

"UU ini pasti akan menimbulkan ketakutan pada orang yang berencana untuk berpartisipasi dalam protes jalanan," ujar Kepala Institut Urusan Demokrasi dan Ekonomi, sebuah think tank di Malaysia, Wan Saiful Wan Jan, kemarin.

"Tindakan itu jadi alat lain pemerintah untuk menindak protes damai dengan kedok keamanan nasional," kata Wakil Direktur Amnesti Internasional untuk Asia Pasifik, Josef Benedict.

Undang-undang itu juga diangap bertujuan meredam tekanan dari dalam negeri, mulai kritikus di dalam partai hingga media. Kepala Kantor Hak Asasi Manusia PBB untuk Asia Tenggara, Laurent Meillan menyatakan sangat khawatir ketentuan itu mendorong pelanggaran HAM.


Reaksi Singapura

Sebagai negara tetangga, Singapura berusaha meminimalkan arus dana terlarang yang melibatkan dana 1MDB di Malaysia dan bank yang beroperasi di Singapura. Pejabat dari Otoritas Moneter Singapura (MAS) bahkan sudah meresmikan unit khusus untuk mencegah pencucian uang. Direktur MAS, Ravi Menon, mengungkapkan unit itu sebagai bentuk penguatan pengawasan dan peningkatan kemampuan untuk mencegah kontrol yang buruk atau perilaku kejahatan korporasi. (AFP/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya