Korban Sipil di Afghanistan Mencapai Rekor Tertinggi

MI
26/7/2016 10:44
Korban Sipil di Afghanistan Mencapai Rekor Tertinggi
()

KORBAN sipil yang tewas akibat meningkatnya pertempuran dan meluasnya ketidakamanan di Afghanistan mencapai rekor tertinggi pada pertengahan 2016, dengan anak-anak menjadi korban terbanyak.

Hal tersebut terungkap dalam laporan PBB, kemarin. Menurut laporan itu, korban paling banyak jatuh akibat pertempuran antara milisi dan pasukan Afghanistan yang didukung pasukan Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Laporan yang dikeluarkan Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) itu menyebutkan sejak Januari hingga Juni 2016 sebanyak 1.601 penduduk sipil tewas dan 3.565 orang terluka.

Jumlah tersebut meningkat 4% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Itu juga menjadi rekor tertinggi sejak PBB mulai mengeluarkan laporan tentang Afghanistan pada 2009. Jumlah korban anak-anak mencapai 1.509 orang, atau hampir sepertiga dari jumlah total korban.

PBB menyebut hal itu sangat membahayakan dan memalukan. Statistik itu menunjukkan berkembangnya ketidakamanan di Afghanistan setelah Taliban memperluas pemberontakan ke seluruh negeri di Asia Selatan itu. Kondisi tersebut diperparah dengan makin gencarnya upaya kelompok Islamic State (IS) untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di sebelah timur negeri itu.

“Setiap korban yang didokumentasikan di dalam laporan ini--orang-orang yang terbunuh saat sedang salat, bekerja, belajar, mengambil air, dirawat di rumah sakit--setiap korban sipil mencerminkan kegagalan komitmen. Seharusnya ada seruan aksi terhadap kelompok-kelompok yang terlibat konflik untuk melakukan langkah-langkah dalam mengurangi penderitaan warga sipil,” ujar kepala UNAMA Tadamichi Yamamoto.

Laporan PBB juga menyebut kelompok Taliban bertanggung jawab atas 60% jumlah korban sipil. Di sisi lain, jumlah korban akibat pasukan pendukung pemerintah meningkat 47% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

“Kesaksian para korban dan keluarga mereka membawa pada fokus mengerikan dari konflik yang tidak kunjung usai sejak 2009,” ujar Zeid Ra’ad Al Hussein, Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB.

Laporan tersebut dirilis dua hari setelah terjadi serangan paling mematikan yang terjadi di Kabul sejak 2001 yang menewaskan 80 orang.

Dua serangan bom pada Sabtu (23/7) menghancurkan kerumunan minoritas Syiah Hazaras yang berkumpul untuk menuntut jaringan listrik bernilai jutaan dolar Amerika Serikat melewati wilayah mereka di Provinsi Bamiyan yang juga merupakan kawasan paling miskin di Afghanistan. (AFP/Ihs/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya