Ditolak, Klaim Tiongkok atas Laut China Selatan

Yanurisa Ananta
13/7/2016 06:53
Ditolak, Klaim Tiongkok atas Laut China Selatan
(AFP)

Filipina berharap keputusan pengadilan arbitrase mampu menekan Tiongkok untuk menghentikan aktivitas mereka di laut yang masih menjadi sengketa.

PENGADILAN Arbitrase Permanen (The Permanent Court of Arbitration/PCA) kemarin menolak klaim Tiongkok atas 90% area perairan di Laut China Selatan.

Sidang yang berlangsung di Den Haag, Belanda, itu memutuskan klaim 'Negeri Tirai Bambu' tidak didukung bukti sejarah bahwa mereka pernah menjalankan kontrol eksklusif terhadap sumber daya di Laut China Selatan.

"Tiongkok telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) mereka. Tiongkok mengganggu nelayan Filipina dan melakukan eksplorasi minyak dengan membangun pulau buatan serta gagal menghindari nelayan Tiongkok mengambil ikan di zona tersebut," demikian pernyataan PCA seperti dilansir kantor berita AFP.

Keputusan PCA berada di bawah payung Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang juga ditandatangani Fili-pina dan Tiongkok. Meskipun putusan itu mengikat, PCA tidak memiliki kekuatan menegakkan hukum.

Sebelumnya, Tiongkok telah mengklaim hampir semua wilayah di Laut China Selatan termasuk area terumbu karang dan pulau yang juga diakui negara lain, yaitu Taiwan, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Pulau Spratly diperebutkan kelima negara tersebut. Adapun Pulau Paracel, di sisi utara Laut China Selatan, diklaim Tiongkok, Taiwan, dan Vietnam.

Filipina berharap keputusan itu bisa mendorong lebih banyak tekanan internasional agar Tiongkok membuat konsesi dan menghentikan perluasan daratan di laut. Pemerintah Filipina juga berharap kemenangan itu memudahkan mereka melakukan negosiasi, termasuk menandatangani code of conduct di sektor kelautan.


Menahan diri

Menjelang putusan PCA, AS mengirim kapal induk dan jet tempur ke Laut China Selatan sebagai respons editorial Global Times yang menyebut AS harus bersiap untuk konfrontasi militer. Angkatan Laut Tiongkok pun menggelar latihan di dekat Pulau Paracel yang disengketakan.

Secara formal Filipina mengajukan kasus itu pada Januari 2013. Kasus Filipina terhadap Tiongkok menjadi tantangan hukum pertama kali terkait sengketa di Laut China Selatan. Kasus Filipina-Tiongkok terdiri atas 15 poin yang menuntut penjelasan hak-hak eksploitasi ZEE. Menurut Filipina, kawasan Scarborough Shoal masuk ZEE Filipina. Akan tetapi, Tiongkok aktif menangkap ikan, mengeruk pasir, mereklamasi, dan membangun tujuh terumbu di sana.

Tiongkok berulang kali menyerukan tidak berpartisipasi dalam dengar pendapat dan menunjuk hakim. Mereka juga menegaskan PCA tidak memiliki yurisdiksi. Menurut Tiongkok, UNCLOS tidak mengurusi isu kedaulatan.

Dalam menanggapi putusan PCA, Kemenlu RI menyeru kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak menempuh langkah yang dapat memicu ketegangan baru. Semua negara di Asia Tenggara diimbau menghormati hukum internasional termasuk UNCLOS 1982. Indonesia akan terus mendorong terciptanya zona damai di Laut China Selatan.

"Indonesia mendorong semua negara melanjutkan perundingan damai atas sengketa tumpang-tindih klaim kedaulat-an di Laut China Selatan sesuai hukum internasional," ungkap pernyataan Kemenlu RI. (BBC/The Diplomat/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya