Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
EKSISTENSI sebuah bahasa tak dapat dilepaskan dari penuturnya. Beberapa bahasa telah lenyap dari muka bumi dan tinggal catatan dalam sejarah. Sebaliknya beberapa bahasa mampu melintasi negara atau wilayah asalnya atau mendunia.
Bahasa Manchu pernah menjadi bahasa pengantar utama tiga abad yang lalu. Kekaisaran terbesar di Tiongkok bahkan menjadikan bahasa Manchu sebagai alat komunikasi utama pada zamannya.
Namun, kini bahasa Machu tinggal menunggu akhir hayat. Pasalnya, kini tercatat hanya ada satu orang yang dikenal sebagai penutur bahasa Manchu. Ia adalah Ji Jinlu, seorang pria yang berusia 70 tahun. Pada zaman keemasannya, bahasa Manchu menjadi bahasa penghubung dan komunikasi di wilayah perbatasan Tiongkok dan Korea. Para penutur bahasa itu ialah para petani dan pedagang yang dikenal pula sebagai orang-orang Manchu.
Keberadaan mereka di wilayah selatan Tiongkok tersebut sebagai dampak dari keruntuhan Dinasti Ming. Namun pada 1600-an, mereka mendirikan dinasti sendiri yang diberi nama Dinasti Qing.
Pada era kejayaannya, Manchu menjadi bahasa resmi di pengadilan pemerintah. Naskah yang tersimpan dalam jutaan dokumen pada Dinasti Qing semuanya ditulis dengan abjad Manchu.
Saat Dinasti Qing berkuasa, Tiongkok mengekspansi sejumlah wilayah. Popularitas Dinasti Qing pun turut meluas. Akan tetapi, ketika memasuki abad ke-19, pemerintah di bawah Dinasti Qing mengalami kemunduran dan kemuraman akibat digerogoti korupsi. Dari luar, negara-negara Eropa dan kekuatan asing turut menjadi ancaman.
Mulailah muncul pemberontakan yang dipicu perlakukan tak adil terhadap orang Tiongkok non-Manchu. Perlawanan massal menentang dinasti yang berkuasa tak terelakkan. Pada 1911, Dinasti Qing harus melepas kekuasaan mereka pascapemberontakan.
Sejak itu, banyak orang Manchu menyembunyikan identitas mereka, termasuk berpuasa berbicara bahasa Manchu. Ketika Mao Zedong memimpin Tiongkok, bahasa Manchu kian tak terdengar seiring kampanye pemberantasan budaya dan tradisi berbau asing. “Tidak ada yang berbicara Manchu. Itu merupakan masa yang menghancurkan budaya lama, siapa yang akan berani?” ujar Jinlu.
Kontrol politik mulai melunak setelah kematian Zedong pada 1980-an. Ketika itu, muncul Yang Yuan, sejarawan etnik Manchu, di Beijing. (AFP/Indah Hoesin/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved