Skotlandia Tuntut Merdeka

Haufan Hasyim Salengke
28/6/2016 03:15
Skotlandia Tuntut Merdeka
(AFP / Odd ANDERSEN)

PERDANA Menteri (PM) Inggris David Cameron mengumpulkan para pembantunya di kabinet, kemarin, untuk mencegah kekacauan politik dan ekonomi lebih lanjut pascareferendum yang menetapkan Inggris Raya keluar dari keanggotaan Uni Eropa (UE).

Menteri Keuangan Inggris George Osborne akan mengakhiri puasa diamnya. Ia berusaha untuk meyakinkan pasar keuangan dan berusaha untuk meredam gejolak finansial dan ekonomi negaranya.

Referendum dengan hasil kemenangan kubu Brexit (Britain Exit) telah memunculkan efek domino dengan telah memicu pula kekhawatiran Skotlandia bakal menggelar referendum untuk merdeka dari Inggris Raya.

Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon, telah menujukkan sinyal dengan mengatakan, "Pemungutan suara kemerdekaan kedua sekarang 'sangat mungkin'."

Sebelumnya, Skotlandia telah melaksanakan referendum yang hasilnya mayoritas warga tetap menginginkan bersatu dengan London.

Dalam sebuah pertemuan kabinet pada Sabtu (25/6) lalu, kabinet yang dipimpin Sturgeon sepakat untuk mulai menyusun peraturan yang diperlukan untuk pemungutan suara.

Dalam referendum Brexit pada Jumat (24/6) lalu, mayo-ritas warga Skotlandia atau 62% memilih tetap berada di Uni Eropa.

Kemenangan kubu pro-Brexit pun memunculkan kembali sokongan masyarakat untuk menuntut kemerdekaan sepenuhnya dari Inggris.


Menlu AS ke London

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), sekutu tradisional Inggris, John Kerry, dijadwalkan akan berada selama beberapa jam di London hari ini ke depan untuk membicarakan krisis Brexit.

Sementara, para pemimpin Jerman, Prancis, dan Italia akan berembuk di Berlin, Jerman.

"Brexit dan perubahan-perubahan yang sekarang sedang dipikirkan dalam-dalam harus dipikirkan dalam konteks kepentingan dan nilai-nilai yang mengikat kita bersama-sama dengan Uni Eropa," kata Kerry.

Kerry, yang tengah berada di Roma untuk melakukan pembicaraan, menyatakan penyesalannya atas keputusan Inggris untuk menjadi negara pertama Uni Eropa yang meninggalkan blok tersebut.

Ia bersumpah Washington akan mempertahankan hubungan dekat dengan aliansi 28 negara itu.

Situasi politik Inggris Raya mengalami turbulensi pascareferendum Brexit.

Kekalahan kubu pro-Uni Eropa tidak hanya membuat PM Cameron terdepak, tapi juga meningkatkan tekanan terhadap pemimpin oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn, yang anti-Brexit, untuk mengundurkan diri.

Sementara itu, para kekuatan Uni Eropa telah menyerukan agar London segera mulai menegosiasikan proses perceraiannya dari Uni Eropa.

Seruan itu datang di tengah kekhawatiran efek domino bahwa negara-negara Eropa yang skeptis terhadap UE atau euroskeptis bisa mengambil langkah serupa yang mengancam integritas aliansi ekonomi 28 negara itu.

Di sisi lain, pascareferendum Inggris, 30 gubernur bank sentral di dunia menyatakan kesiapannya untuk menjaga kelancaran dan kestabilan pasar keuangan dunia. (AFP/Arv/I-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya