Komisi I DPR Dorong Implementasi Kerja Sama Keamanan Tiga Negara

Indriyani Astuti
24/6/2016 15:59
Komisi I DPR Dorong Implementasi Kerja Sama Keamanan Tiga Negara
(Dok.MI)

PENYANDERAAN terhadap tujuh Warga Negara Indonesia (WNI) yang merupakan Anak Buah kapal TB Charles dan TK Robby oleh kelompok bersenjata di Filipina kembali terulang.

Berkenaan dengan itu, Komisi I DPR meminta supaya TNI Angkatan Laut melakukan patroli gabungan dengan Filipina dan Malaysia mengingat peyanderaan kerap kali terjadi di perairan Sulu yang merupakan perbatasan antara Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia juga Negara Bagian Sabah, Malaysia.

"Saya meminta pemerintah segera mengimplementasikan joint declaration hasil pertemuan trilateral antara Indonesia-Malaysia-Filipina yang menyepakati 4 poin kerjasama dalam upaya pengamanan kawasan perairan di perbatasan tiga negara," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR dari F-Golkar Meutya Viada Hafid di Jakarta, pada Jumat (24/6).

Menurut Meutya, potensi ancaman penculikan, penyanderaan, dan perompakan oleh kelompok bersenjata di wilayah laut Indonesia-Malaysia-Filipina semakin tinggi. Dikarenakan, seiring dengan potensi ekonomi dan perdagangan yang besar di ketiga negara. Untuk itu, pemerintah Indonesia bersama pemerintah Malaysia dan Filipina perlu segera menyepakati Standart Operating Procedure kerjasama keamanan di kawasan, agar jika terjadi keadaan bahaya, ketiga negara telah mempunyai prosedur pengamanan.

Hal senada disampaikan oleh anggota DPR lain dari F-PDIP Charles Honoris.

"Kita tahu Asia Tenggara rawan terhadap perompakan. Itu harus dicarikan solusi permanen, Kementerian Luar Negeri harus membangun konvensi regional untuk mengatasi perompakan secara permanen," kata anggota komisi I DPR dari F-PDI Perjuangan Charles Honoris di Jakarta, pada Jumat (24/6).

Selain itu dia menilai disebabkan perairan Sulu merupakan titi rawan perompakan, sehingga seharusnya ada mekanisme hukum antar negara.

"Apabila ada indikasi perompak di suatu negara bagaimana langkahnya, apakah negara lain boleh ikut turut tangan," imbuh dia.

Pemerintah pun, lanjut Charles tidak boleh tunduk terhadap teroris. Apalagi bersedia membayar uang tebusan untuk membebaskan sandera. Menurutnya, mekanisme pembebasan sandera dengan cara memberikan uang tebusan harus dievaluasi.

" Kita kan harus pastikan keselamatan sandera ya. Tapi apakah dengan mengikuti kemauan teroris ini bisa menyelesaikan masalah dengan pembayaran sandera, nanti akan jadi preseden buruk. Maka, harus dievaluasi lagi," cetus politikus PDIP itu.

Pada Maret lalu, kelompok bersenjata Filipina di bawah pimpinan Abu Sayyaf pernah menyandera sepuluh WNI ketika kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 dari Kalimantan Selatan dengan tujuan Filipina. Kelompok tersebut meminta tebusan sebesar 50 Juta Peso sebagai tebusan sebelum akhirnya berhasil dibebaskan.

Penyanderaan kembali terjadi pada April. Empat WNI yang merupakan anak buah dari kapal tunda Henry dan kapal tongkang Cristi yang dibajak pada Jumat (15/04) ketika dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, Kalimantan Utara.

Jadi, ini ketiga kalinya WNI disandera oleh kelompok bersenjata Filipina. Sebelumnya Panglima TNI Gatot Nurmantyo sempat membantah kabar tersebut.Komisi I meyayangkan pernyataan itu. (X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya