Jumlah Pengungsi Dunia Lampaui Rekor

Haufan Hasyim Salengke
21/6/2016 01:30
Jumlah Pengungsi Dunia Lampaui Rekor
(Sumber: UNHCR, Grafis--MI/Caksono)

HINGGA akhir tahun lalu, jumlah pengungsi dan orang yang hidup telantar tanpa rumah akibat hantaman konflik, peperangan, dan penganiayaan mencapai 65,3 juta jiwa.

Jumlah itu merupakan level tertinggi yang pernah tercatat di dunia.

Demikian data yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bertepatan dengan Hari Pengungsi Sedunia, kemarin.

Menurut data PBB, tahun sebelumnya, 2014, jumlah pengungsi di seluruh dunia sudah mencapai level tertinggi sejak Perang Dunia II, yakni 60 juta orang mengungsi.

Badan pengungsi PBB atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) mengatakan, pada 2015, ketika Libanon, Turki, dan negara-negara Eropa dibanjiri arus pengungsi, jumlahnya melampaui rekor 2014, yakni hampir 10%.

Krisis migran yang melanda Eropa, terburuk sejak Perang Dunia II, merupakan salah satu bagian dari gelombang migrasi umat manusia yang utamanya didorong konflik peperangan dan kekerasan kemanusiaan di Palestina, Suriah, dan Afghanistan.

Dalam laporan tahunan bertajuk Global Trends Report, UNHCR mengatakan secara global hampir 1% dari jumlah manusia di dunia telah dipaksa untuk melarikan diri dari kampung halaman atau rumah mereka.

"Ini merupakan pertama kalinya bahwa ambang 60 juta telah terlampaui," kata badan pengungsi PBB dalam laporan tahunan mereka.

PBB mencatat jumlah orang yang menjadi pengungsi secara global meningkat 5,8 juta hingga 2015.

Jika dikalkulasi dengan populasi planet ini yang sekitar 7.349 miliar, artinya satu dari setiap 113 orang di planet ini sekarang berstatus pengungsi atau telantar tanpa rumah.

Jumlah orang telantar itu, baik internal ataupun eksternal, melebihi jumlah populasi di Inggris atau Prancis.

UNHCR memperinci, dari 65,3 juta jiwa yang kehilangan tempat tinggal itu, sebanyak 40,8 juta hidup terlunta-lunta di dalam negeri mereka, sementara 21,3 juta lainnya telah melarikan diri melintasi perbatasan dan sekarang menjadi pengungsi di berbagai negara.

Palestina menjadi kelompok terbesar pengungsi, yakni lebih dari 5 juta jiwa, termasuk mereka yang melarikan diri pada saat pembentukan Negara Israel pada 1948 dan keturunan mereka.

Suriah menduduki posisi berikutnya, dengan 4,9 juta pengungsi, diikuti Afghanistan (2,7 juta) dan Somalia (1,1 juta).

Turki, yang membuat kesepakatan kontroversial dengan Uni Eropa pada Maret untuk membendung krisis migran Eropa, menjadi negara yang paling banyak menampung pengungsi hingga 2015, yakni 2,5 juta jiwa, sebagian besar warga Suriah.

Angka-angka yang dirilis bertepatan pada Hari Pengungsi Sedunia itu menggarisbawahi faktor kembar pendorong krisis perpindahan global yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakini konflik atau peperangan dan sentimen politik antimigran yang merebak di beberapa negara Eropa.


Hentikan perang

Pemimpin UNHCR Filippo Grandi menggarisbawahi bahwa sentimen politik antimigran telah memengaruhi atau merusak upaya-upaya di lapangan untuk menampung puluhan juta pengungsi.

"Kesediaan negara-negara untuk bekerja sama tidak hanya untuk pengungsi, tetapi juga untuk kepentingan kolektif manusia merupakan sesuatu yang sedang diuji saat ini," ujar Grandi.

UNHCR, yang berbasis di Jenewa, Swiss, mendesak para pemimpin dari Eropa dan kawasan lain untuk berbuat lebih banyak untuk mengakhiri konflik dan peperangan yang telah menginvasi eksodus manusia dari tanah air mereka.

"Saya berharap pesan-pesan yang dibawa mereka yang dipaksa melarikan diri itu sampai ke telinga para pemimpin. Bahwa kita perlu tindakan, tindakan politik, untuk menghentikan konflik," kata Grandi seperti dilaporkan Aljazeera.

Jan Egeland, Ketua Dewan Pengungsi Norwegia yang juga seorang diplomat senior PBB, mengatakan pengungsi ialah korban kelumpuhan umum negara-negara yang tidak memenuhi tanggung jawab mereka terhadap dunia. (AFP/AP/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya