Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DENGAN raut wajah dipenuhi butiran pasir, mata liar, dan rambut kusut yang acak-acakan, Ibrahim Kande menaiki truk terbuka yang membawanya dari Libia. Telah empat hari, imigran asal Senegal itu terpapar teriknya matahari Sahara dalam perjalanan menuju Agadez. Agadez adalah sebuah kota tujuan di Negeria yang menjadi persimpangan mimpi dan pintu harapan para imigran menuju Libia yang berlanjut ke Eropa. "Saya lelah, lelah, lelah. Sahara sulit, untuk air, untuk makanan," ujar Kande. Agadez telah menjadi jalur harapan bagi para pendatang untuk memimpikan kehidupan yang lebih baik, gerbang menuju Eropa.
Namun, kota yang menjadi jalur menuju Eropa tersebut justru telah menjadi neraka bagi para imigran. Salah satunya Kande, pria berusia 26 tahun. Dia ingin sekali pulang setelah gagal mencapai Eropa dan bahkan harus mengalami kekerasan fisik selama di Libia. "Hanya ini yang kumiliki," ujar Kande sambil menunjuk baju olahraganya yang dipenuhi debu. "Dan ini tas saya," ujar Kande sambil menunjuk celana dalamnya yang sekaligus tempat rahasia menyimpan uangnya. "Saya ingin mendapat uang untuk keluarga saya, tapi sekarang ini terlalu sulit," ujar pria yang pernah bekerja sebagai penjahit ini.
Kande telah menghabiskan dua bulan hidupnya di Kota Murzuq, Libia. Di kota tersebut, dia justru diculik kelompok milisi setempat dan akhirnya dapat dibebaskan setelah membayar tebusan. "Mereka memanggil keluarga saya dan memaksa saya mengatakan 'kirim uang atau mereka akan membunuhku'. Saya senang bisa kembali," ucapnya mengingat kenangan pahitnya. Kande tidak sendirian, sejumlah imigran dari Senegal, Gambia, Guinea Bissau, Pantai Gading, Ghana, dan Nigeria mengalami kisah pilu serupa.
Mereka harus mengalami penderitaan dengan dirampok, diperkosa, dan dipaksa bekerja seperti budak. Meski demikian, ratusan migran terus berdatangan ke Agadez, membawa harapan mereka untuk dapat mencapai Eropa atau Libia. Kisah miris lainnya dialami Balde Aboubakar Sidiki, 35. Pria asal Kindia, Guinea, itu harus menjual seluruh tanah keluarganya untuk ke Libia. Namun, semua mimpinya harus berakhir di penjara Libia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved