Rindu Kemeriahan Ramadan di Raqqa

AFP/Irene Harty/I-1
06/6/2017 07:24
Rindu Kemeriahan Ramadan di Raqqa
(AFP Photo/Delil Souleiman)

MENJELANG digelarnya penyerbuan pamungkas oleh Pasukan Demokratik Kurdi (SDF) yang didukung Amerika Serikat terhadap kelompok Islamic State (IS) di benteng pertahanan mereka di Raqqa, Irak, warga sipil yang kini hidup di pengungsian membayangkan bisa merayakan akhir Ramadan di rumah mereka.

Milisi SDF akan memulai serbuan besar-besaran ke kota utara Suriah itu paling cepat pada awal minggu depan setelah berbulan-bulan mereka berjuang untuk mengepung Raqqa.

Di sebuah kamp pengungsian di kota Ain Issa, 50 km utara Raqqa, gelombang pengungsi datang setiap jam.

Kondisi tempat pengungsian tersebut sangat memprihatinkan, termasuk bagi para pengungsi yang harus menjalani puasa dari matahari terbit hingga terbenam.

"Saya sudah berada di sini selama 20 hari dan saya masih tidur di tanah," kata Salwa Ahmed, 33, yang menutup wajahnya dengan sehelai selendang hitam dan hanya menyisakan matanya yang terlihat.

"Kampnya sangat panas sepanjang hari. Anda akan merasa seperti mati menjelang sore hari. Hanya roti yang gratis di sini. Mereka yang tidak punya uang akan mati kelaparan," tambahnya.

Menurut pengurus kamp, pada bulan lalu lebih dari 20 ribu orang mencari perlindungan di Ain Issa dan meminta bantuan tambahan. "Di Raqqa, harga dikontrol dan kami bisa memasak sampai 100 jenis makanan yang berbeda di bulan Ramadan," urai Ahmed.

"Saya harap kami bisa kembali ke Raqqa dan merayakan Idul Fitri di rumah kami, membeli barang-barang dan membuat anak-anak bahagia karena kebahagiaan telah mati di hati bagi kami," tuturnya.

SDF meluncurkan operasi untuk menduduki Raqqa sejak November tahun lalu dan sejak saat itu mereka secara bertahap mengepung jalan ke kota itu dari utara, timur, hingga barat.

Pasukan SDF sekarang berada beberapa kilometer dari kota itu di tiga garis depan. Seorang juru bicara SDF, Sabtu (3/6), mengatakan serbuan pamungkas ke Raqqa akan dimulai dalam beberapa hari lagi.

Kerinduan untuk pulang dan merayakan Idul Fitri di rumah juga diungkapkan Ibrahim Mohamed Saeed. "Kondisinya sangat sulit di Raqqa, tetapi saya sudah berada di sini enam hari, tidur di tanah, dan mereka masih belum memberi kami kasur," kata Ibrahim sambil berlindung dari sengatan suhu matahari yang lebih dari 40 derajat celsius di balik sebuah gedung.

"Kami belum menerima apa pun. Istri saya yang melahirkan di kamp ini hanya makan tomat dan timun," sambungnya.

Selain itu, 14 anggota keluarganya menghadapi kondisi yang sangat sulit dan sudah sangat ingin pulang. "Kami berharap Tuhan mempermudah kami pulang secepat mungkin," kata dia.

Harapan serupa juga diutarakan Ramadan al-Bako, 38. "Kapan Raqqa dibebaskan, kapan pun itu, bahkan di tengah malam, insya Allah saya akan kembali. Siapa yang tidak mau kembali ke rumah mereka?"

Dia membayangkan membelikan anaknya pakaian baru dan mengunjungi teman serta kerabat. "Saya ingin tahu apakah Tuhan telah mengizinkan saya hidup untuk melihat Idul Fitri ... kembali ke Raqqa. Mungkin mimpi bagiku," tandas Al-Bako. (AFP/Irene Harty/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya