Saat Kaum Minoritas Pakistan Menuntut Hak Politik

22/5/2017 01:30
Saat Kaum Minoritas Pakistan Menuntut Hak Politik
(AFP/ARIF ALI)

PENGANUT agama minoritas di Pakistan berharap mereka memiliki keterwakilan dan hak politik yang sama.

Alasannya, sejak sensus dilaksanakan pada 1998, mereka kerap dipinggirkan, diserang, bahkan dilecehkan.

Distrik Youhanabad, Lahore, Pakistan, dikenal sebagai kantong daerah yang banyak dihuni warga nasrani lokal.

Aktivis setempat Sajid Christopher berharap masyarakat bangkit dan diperhitungkan.

"Sensus akan menguntungkan kami dalam dua hal. Pertama, kami dapat mengetahui populasi pasti kami. Sejauh ini hanya perkiraan," kata Christopher.

"Kedua, keterwakilan kami di parlemen akan sesuai dengan populasi kami (kaum nasrani) sebagai perwakilan kami saat dalam sistem demokrasi berdasarkan pada hasil sensus 1981," tegas Christopher.

Pakistan termasuk negara dengan pertumbuhan yang cepat.

Tak hanya itu, negara tersebut menjadi negara keenam dengan jumlah populasi terbesar di dunia.

Saat ini populasinya mencapai sekitar 200 juta jiwa.

Sayangnya, Pakistan tidak melaksanakan sensus selama hampir dua dekade terakhir.

Padahal, secara konstitusi sensus harus dilaksanakan minimal sekali dalam satu dekade.

Perhitungan penduduk atau sensus ditunda selama bertahun-tahun.

Penyebabnya, perbedaan pendapat dan kepentingan politik antarpara politikus dan dampaknya.

Kini, kendati masih diperdebatkan, umat nasrani diperkirakan mencapai 2 juta sampai 10 juta jiwa.

Sementara itu, penganut Hindu mencapai 2,5 juta hingga 4,5 juta jiwa.

Pandangan Christopher telah pula digaungkan Nancy Stiegler, penasihat untuk Dana Populasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Stiegler mendesak Pakistan agar melaksanakan sensus sebagai 'perangkat yang kuat untuk perencanaan', bukan hanya bagi kaum minoritas, melainkan juga semua rakyat negeri itu.

Namun, permintaan data yang lebih akurat dikhawatirkan menjadi kontroversi utama bagi sensus tersebut.

Penyebabnya, sensus tersebut akan mengubah peta politik dan pembagian kekuasaan berdasarkan keterwakilan di parlemen.

Sebagian kelompok minoritas berharap perubahan dan keberadaan mereka diakui.

Akan tetapi, tidak semua kelompok minoritas memilik pandangan seperti itu dan tidak ingin agama mereka diketahui secara luas.

Kelompok penganut Ahmadiyah, sekte minoritas muslim yang tidak diakui secara hukum, mengaku lebih suka bahwa publik tidak mengetahui keberadaan mereka. (AFP/Drd/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya