Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MALAYSIA mendeportasi tiga warga Turki yang dicari otoritas Turki karena diduga memiliki hubungan dengan Fethullah Gulen yang dituduh sebagai dalang kudeta yang gagal terhadap Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan pada pertengah Juli tahun lalu.
Kepala Polisi Nasional, Khalid Abu Bakar memberi informasi itu lewat Twitter. Turgay Karaman dan Ihsan Aslan ditangkap pekan lalu di bawah undang-undang keamanan yang mengizinkan penahanan tanpa diadili selama 28 hari.
Dua hari kemudian, akademisi Turki Ismet Ozcelik juga ditahan dengan alasan keamanan nasional. "Investigasi polisi menunjukkan bahwa mereka terlibat dalam kegiatan FETO (Fethullah Terror Organization) dan diinginkan oleh Turki," kata Khalid.
Khalid mengatakan dokumen perjalanan laki-laki itu tersebut dibatalkan oleh Ankara dan dianggap sebagai imigran ilegal di Malaysia. Namun kelompok hak asasi manusia khawatir tindakan itu adalah respons tekanan dari pemerintah Turki kepada Malaysia.
Wakil direktur Asia di Human Rights Watch, Phil Robertson mengatakan bahwa duplikasi dan pelanggaran hak asasi manusia pemerintah Malaysia atas hak ketiga orang itu benar-benar membuat kasus tersebut beda.
"Itu seperti Malaysia memakai papan nama bertuliskan 'pelayan perempuan represi Turki' di lehernya," lanjut Robertson. Keputusan Malaysia itu juga berarti orang-orang tersebut mungkin mengalami penyiksaan dan penahanan jangka panjang karena ketidakadilan persidangan.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB untuk Asia Tenggara menyatakan mengecam deportasi tersebut. Mereka juga telah mendesak pembatalan deportasi sejak pekan lalu.
"Kami memiliki kekhawatiran serius mengenai keamanan mereka saat kembali ke Turki. Kami khawatir warga Turki lain yang diduga memiliki kaitan dengan gerakan Gulen mungkin juga ditangkap dan dideportasi dari Malaysia," katanya di laman Facebook.
Pemerintah Erdogan telah menahan atau memecat puluhan ribu orang dalam darurat nasional yang diberlakukan setelah kudeta gagal itu. Baru-baru ini Erdogan juga bertemu dengan Presiden AS, Donald Trump untuk membangun kembali hubungan mereka.
Kepala kelompok pemikir SETA pro-pemerintah, Burhanettin Duran, menggambarkan pertemuan sebagai kesempatan emas bagi Trump untuk memperbaiki kesalahan pendahulunya.
Namun hubungan yang krusial itu malah semakin tegang karena sebelum pertemuan, AS mengumumkan untuk pertama kalinya mempersenjatai pejuang Kurdi Suriah yang dianggap teroris oleh Turki. Para analis menyebutkan Erdogan perlu berjuang keras untuk meyakinkan Trump mengubah taktik.
Erdogan mengatakan dia akan membahas keputusan pemerintah Trump itu dengan meminta segera pembatalan. Itu mengindikasikan Turki masih tertarik dengan operasi gabungan mengusir militan lain kecuali YPG (Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah).
Akan tetapi, tindakan Erdogan itu dianggap tidak akan berhasil, menurut Politisi AS, Jill Stein. Anti AS semakin meningkat dengan Turki yang semakin erat dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
"Sekali model kemitraan memburuk menjadi disfungsional, hasilnya tidak memuaskan untuk kedua belah pihak," kata Kemal Kirisci dari Brookings Institution dan Asli Aydintasbas dari Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved