Langkah Tiongkok Memimpin Globalisasi

Thomas Harming Suwarta
13/5/2017 14:15
Langkah Tiongkok Memimpin Globalisasi
()

TIONGKOK menggelar pertemuan puncak Jalur Sutra Maritim besok untuk menghidupkan kembali rute perdagangan kuno itu dan memimpin era baru globalisasi.

Pertemuan akan dihadiri 28 pemimpin dunia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Indonesia Joko Widodo.

Pertemuan dua hari itu digelar di Danau Yanqi, yang terletak di pinggiran Kota Beijing.

Hanya saja kekuatan Barat tampaknya kurang antusias dengan ambisi ini. Satu-satunya pemimpin dari negara-negara industri kelompok G-7 yang hadir ialah Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni.

Forum ini disebut akan mempromosikan Prakarsa Satu Sabuk, Satu Jalan (One Belt, One Road/OBOR) yang dicanangkan Presiden Xie Jinping.

Ini merupakan sebuah proyek infrastruktur besar yang dikendalikan Tiongkok untuk menghubungkan negara tersebut dengan Afrika, Asia, dan Eropa melalui jaringan pelabuhan, jalur kereta api, dan jalan industri.

Dorongan Tiongkok ini muncul saat kepemimpinan Washington dalam perdagangan global berubah lantaran sikap nasionalis Donald Trump dengan jargonnya 'Utamakan Amerika'.

"Ada kebutuhan mendesak di dunia sekarang untuk memiliki platform kerja sama bersama, terbuka, dan inklusif untuk bersama-sama mengatasi tantangan global," kata Menlu Tiongkok Wang Yi menjelang KTT.

"Yang kita butuhkan bukan pahlawan, tetapi partner kerja sama yang saling menempel."

OBOR setidaknya mencakup sekitar 65 negara yang mewakili 60% populasi global dan sekitar sepertiga dari PDB global.

Bank Pembangunan Tiongkok telah mengalokasikan $890 miliar untuk sekitar 900 proyek.

Bagi Tiongkok, OBOR merupakan solusi praktis untuk meringankan kelebihan kapasitas dalam negeri yang mengganggu sektor industri.

Ini juga merupakan cara memperluas pengaruh global strategis, yang menjadi perhatian utama Xi, yang sering mengudarakan tujuan 'peremajaan besar bangsa Tiongkok'.

"Keputusan Presiden AS (Donald) Trump untuk menarik diri dari perjanjian perdagangan bebas Trans-Pasifik Partnership telah memberi negara-negara 'insentif tambahan' untuk bergabung dengan OBOR Tiongkok," ujar Teufel Dreyer dari Universitas Miami.

"Namun, apa yang mungkin terlihat seperti manfaat bisa berubah menjadi menjerat (negara-negara peserta) di jaring laba-laba yang berpusat di Tiongkok," katanya.

Disebutkan juga bahwa forum ini akan menjadi kesempatan pertama Tiongkok sejak peluncuran OBOR pada 2013 untuk secara formal mengomunikasikan kebijakannya kepada para peserta dalam skala besar, kata Li Ziguo, wakil direktur pusat penelitian OBOR di China Institute for International Studies.

"Banyak proyek telah ditandatangani, tetapi ini perlu diimplementasikan di lapangan," katanya.

Proyek strategis

Pemerintah Indonesia optimistis dapat menjaring investasi dalam KTT OBOR ini. Kementerian Perhubungan akan menawarkan sejumlah proyek strategis seperti Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatra Utara dan Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara.

"Kita prioritaskan proyek yang Indonesia centrist. Di antaranya Pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Bitung. Kedua pelabuhan itu menjadi international hub," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di sela-sela International Association of Ports and Harbors (IAPH) World Ports Conference 2017 di Nusa Dua, Bali, kemarin. (AFP/Tes/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya