Korsel-Korut akan Erat di Bawah Moon

AP/AFP/Hde/Ire/X-11
10/5/2017 06:43
Korsel-Korut akan Erat di Bawah Moon
(Calon Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dari Partai Demokrat mengangkat tangan setelah melihat hasil penghitungan yang memenangkan dirinya di aula Majelis Nasional di Seoul, Korsel, Selasa (9/5). -- AP Photo/Lee Jin-man)

TERPILIHNYA Moon Jae-in sebagai Presiden Korea Selatan yang baru diprediksi mengubah drastis sikap negara itu terhadap Korea Utara. Ia diperkirakan akan meningkatkan kontak dengan negara tetangga yang gencar mengembangkan senjata nuklir tersebut.

“Moon menyerukan dialog lebih erat dengan Korea Utara dan di saat yang sama mempertahankan tekanan dan sanksi,” ungkap Stephen Evans, analis BBC di Seoul, kemarin.

Evans mengatakan kebijakan politikus Partai Demokratik itu bertolak belakang dengan presiden terdahulu yang dipecat, Park Geun-hye, yang memutuskan kontak dengan Korut.

Menurut survei gabungan tiga stasiun televisi, Moon Jae-in kemarin memenangi pemilu dengan perolehan suara hingga 41,4%. Kandidat dari kubu konservatif, Hong Joon-pyo, tertinggal jauh dengan perolehan 23,3% dan diikuti kandidat dari kubu sentris, Ahn Cheol-soo, dengan perolehan 21,8% suara.

“Saya merasakan kemauan kuat rakyat untuk mengubah pemerintahan,” kata Moon setelah memberikan suaranya di Seoul.

Sejumlah masalah kini telah menanti politikus berusia 64 tahun itu, dari maraknya korupsi, perlambatan pertumbuhan ekonomi Korsel, peng­angguran, hingga polusi udara dari Tiongkok.

Moon juga harus menghadapi dominasi chaebol atau kelompok konglomerat Korsel yang telah lama menuai kritik karena mereka dianggap beroperasi dengan pengawasan minim dari investor atau regulator.

Kelompok konservatif mengkritik Moon yang dianggap terlalu lunak kepada Korut. Di saat Pyongyang dan Washington bersitegang akibat program nuklir Korut, Moon, misalnya, memilih menganjurkan kedua negara itu untuk berdialog dan melakukan rekonsiliasi.

Selama ini Moon juga bersikap ambivalen terhadap terminal high altitude area defense (THAAD), yakni sistem pertahanan rudal nuklir milik Amerika Serikat yang dipasang di Korsel. Kehadiran THAAD membuat Tiongkok meradang karena menganggap sebagai ancaman untuk operasi militer negara itu di kawasan Laut China Selatan. (AP/AFP/Hde/Ire/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya