Serangan Siber Hantui Negara Eropa

AFP/Ihs/I-1
08/5/2017 09:05
Serangan Siber Hantui Negara Eropa
(Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen berpidato saat meluncurkan sebuah unit militer baru yang didedikasikan untuk menggagalkan serangan siber di Bonn, Jerman, Rabu (5/4). -- AP Photo/Ina Fassbender)

INSIDEN peretasan yang menimpa Hillary Clinton tahun lalu memang telah membuat sejumlah negara mengetatkan keamanan siber mereka. Inggris dan Jerman, misalnya, hanya beberapa bulan setelah insiden Clinton, langsung memberlakukan status siaga tinggi.

Clinton baru-baru ini kembali mengulangi tudingannya kepada Rusia atas insiden bocornya surel kampanyenya tersebut. Mantan menteri luar negeri Amerika Serikat (AS) itu menyebut campur tangan ‘Negeri Beruang Merah’ penyebab ia kalah dari Donald Trump.

“Jika pemilihan umum terjadi pada 27 Oktober, saya akan menjadi presiden Anda,” ujar kandidat Demokrat itu dalam sebuah acara makan siang amal, Selasa (2/5).

Nasib Clinton telah menular ke calon presiden Prancis Emmanuel Macron. Sesaat sebelum tengah malam, Jumat (5/5), Macron menjadi korban sebuah peretasan masif dan terkoordinasi. Dokumen internal, ribuan surel, dan dokumen keuangan milik tim kampanye pria 39 tahun itu bocor ke publik.

Sebelumnya berkas tersebut dilaporkan telah dicuri beberapa minggu lalu ketika serangan siber secara intens dan berulang menargetkan Macron terjadi.

Tantangan internasional
Menyadari ancaman serangan siber yang tengah menghantui, otoritas intelijen Inggris dan Jerman segera mengetatkan pengamanan siber mereka. Apalagi kedua negara itu juga akan menggelar pemilihan penting beberapa bulan ke depan.

Status ‘siaga tinggi’ segera diterapkan Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris (NCSC). Terutama setelah Perdana Menteri (PM) Theresa May, secara mengejutkan, menyebut Inggris akan menggelar pemilu pada 8 Juni mendatang.

Bahkan pada Maret, NCSC menggelar seminar teknis untuk partai politik utama Inggris guna memberi mereka langkah praktis mengurangi risiko peretasan.

Pihak berwenang Jerman pun telah melakukan langkah serupa menjelang pemilihan pada September mendatang.

Presiden Kantor Informasi Keamanan Jerman (BSI), Arne Schoenbohm, pada Maret lalu mengatakan jaringan pemerintah diserang setiap hari.

Serupa dengan Inggris, BSI juga melakukan pendekatan dengan pejabat pemilu dan partai politik untuk membahas cara mereka dapat melindungi diri dari serangan siber.

Bagi ahli keamanan siber, Ewan Lawson, partai politik ialah sasaran empuk karena mereka sering kali tidak memiliki keamanan siber yang mumpuni.

“Mereka (partai politik) bukan demi keuntungan dan tidak memiliki banyak uang untuk mengatasi masalah ini,” ujar Lawson.

“Jadi saya pikir cukup beralasan kita melihat pencurian data, pelanggaran data,” tambahnya. (AFP/Ihs/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya