Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
CALON presiden Prancis Emmanuel Macron dan Marine Le Pen dipastikan masuk putaran kedua pemilihan Presiden Perancis pada Mei mendatang setelah unggul dalam pemilihan putaran pertama.
Macron, kandidat pro Uni Eropa (UE) memimpin dengan 23,75 % suara, disusul Marine Le Pen, kandidat anti Uni Eropa dan antiimigran dengan dukungan 21,53 % suara.
"Selama berbulan-bulan dan lagi hari ini saya telah mendengar keraguan, kemarahan dan ketakutan orang-orang Prancis. Juga keinginan mereka untuk berubah," kata Macron yang jika terpilih sebagai Presiden nanti akan menjadi presiden termuda dengan usianya yang ke-39 tahun di hadapan ribuan pendukungnya di Kota Paris, Minggu (23/4), waktu setempat.
Dia berjanji untuk menggabungkan patriotisme di balik agendanya untuk memperbarui politik Prancis dan memodernisasi negara melawan Le Pen dan 'ancaman kaum nasionalis.
Jajak pendapat menunjukkan mantan bankir investasi tersebut akan mengalahkan Le Pen dengan mudah di putaran kedua yang akan digelar 7 Mei mendatang. Meskipun menjabat sebagai menteri ekonomi dalam pemerintahan sosialis Francois Hollande, Macron menganggap dirinya sebagai 'orang luar politik, yang baru saja membentuk gerakannya 'En Marche!'
"Tantangannya adalah memutuskan sepenuhnya sistem yang tidak dapat menemukan solusi atas masalah negara kita selama lebih dari 30 tahun," tegas Macron.
Di tengah kegembiraan menyambut kemenangan, salah seorang pendukungnya, Marie-Helene Visconti, seorang seniman berusia 60 tahun, mengatakan bahwa hasil pemilihan kali ini merupakan sebuah kemenangan untuk keterbukaan dan berwawasan sosial.
Sementara itu Le Pen yang terus menggemakan retorikan antiimigrasi dan anti Eropanya selama sepekan terakhir, memuji pemungutan suara bersejarah di hadapan pendukungnya dan mengatakan: "Tahap pertama telah berlalu."
Pemungutan suara Prancis bagaimana pun menyedot perhatian dunia di tengah momok sentimen populis setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Macron sendiri dengan gagasannya menegaskan bahwa Prancis itu bertolak belakang - ketika siap untuk memilih pro-globalisasi liberal pada saat kaum nasionalis sayap kanan memeroleh keuntungan di seluruh dunia.
Menyusul hasil putaran pertama ini, mata uang Euro langsung naik tajam karena para pelaku ekonomi melihat kemungkinan kemenangan bagi Macron pada babak kedua. "Kemungkinan besar, pemilihan Prancis bisa menandai titik balik bagi Prancis dan Eropa," kata analis Holger Schmieding dari Bank Berenberg.
Dalam sambutan di hadapan pendukungnya, Le Pen mengatakan putaran kedua akan menjadi perebutan masa depan Prancis, dengan visinya tentang Prancis yang harus keluar dari Uni Eropa, melawan kelompok islam radikal dan anti kebijakan imigran.
"Isu utama pemilihan ini adalah globalisasi liberal, yang menempatkan peradaban kita dalam bahaya," katanya kepada para pendukungnya. "Entah kita melanjutkan jalur deregulasi lengkap, tanpa batas dan tidak ada perlindungan imigrasi massal dan pergerakan teroris yang bebas atau Anda memilih Prancis," tambahnya.
Baca juga: Pemilihan Presiden Prancis Dijaga Ketat
Pengamat sayap kanan, Nonna Mayer dari Universitas Sciences Po mengatakan bahwa kemenangan Le Pen bukan sesuatu yang tidak mungkin, "tapi tampaknya tidak mungkin bagi Le Pen untuk menang pada putaran kedua".
"Jika dia menang, itu jelas akan menjadi garis anti-Eropa, proteksionis, eksklusif yang menang dan bisa menimbulkan konsekuensi yang mengganggu bagi Eropa dan Prancis," tambahnya.
Sementara itu Macron sendiri juga berhasil menarik dukungan langsung dari saingannya yang kalah dari kubu Sosialis dan Republik. Kandidat kubu Sosialis Benoit Hamon, yang menang 6,35 persen, mengatakan bahwa pihaknya menderita 'kekalahan bersejarah' namun mendesak para pemilih untuk menahan laju Le Pen yang dia katakan sebagai 'musuh republik.'
Kandidat Partai Republik Francois Fillon juga memberikan dukungan kepada Macron. "Tidak ada pilihan lain selain memberikan suara untuk menentang sayap kanan."
Fillon sebelumnya dipandang sebagai kandidat kuat setidaknya sampai Januari lalu. Namun perlahan dukungan terhadapnya tergerus menyusul skandal korupsi yang dituduhkan kepadanya karena membayarkan gaji kepada istrinya atas pekerjaan fiktif sebagai sekretarisnya di parlemen.
Dalam putaran pertama ini, Fillon meraih dukungan 19,91 persen suara. Kandidat lain yang didukung komunis, Melenchon juga mendapat dukungan signifikan dengan raihan 19,64 persen suara, sekaligus menggarisbawahi kuatnya sentimen anti pemerintah saat ini. Dalam putaran pertama ini, sekitar 47 juta orang menggunakan hak pilihnya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved