Pemilihan Presiden Prancis Dijaga Ketat

23/4/2017 07:35
Pemilihan Presiden Prancis Dijaga Ketat
(AFP/CHANTAL BRIAND)

RAKYAT Prancis menentukan presiden pilihan mereka hari ini dalam pemilihan yang disebut-sebut paling sulit diprediksi. Serangan di Champs Elysees Kamis (20/4) yang menewaskan seorang polisi membuat pemilihan presiden kali ini harus digelar dengan penjagaan sangat ketat.

Para analis memperkirakan serangan itu bakal merombak habis persaingan empat kandidat terkuat, yakni pemimpin ultrakanan Marine Le Pen, wakil kelompok tengah Emmanuel Macron, tokoh konservatif Francois Fillon, dan tokoh komunis Jean-Luc Melenchon. Dua kandidat dengan suara terbanyak akan melenggang dalam pemilihan putaran kedua pada 7 Mei.

Otoritas keamanan Prancis mengerahkan ribuan aparat keamanan untuk menjaga tempat-tempat pemungutan suara di Paris yang sebelumnya sudah dijaga ketat. Sekitar 50 ribu polisi dan 7.000 tentara dikerahkan untuk melindungi para pemilih di Prancis.
"Tambahan keamanan akan diberikan ke setiap tempat pemungutan suara yang membutuhkannya," ujar seorang pejabat Paris, Colombe Brossel.

Hingga malam menjelang pemungutan suara, hasil jajak pendapat menunjukkan rakyat 'Negeri Mode' lebih peduli pada masalah pekerjaan dan ekonomi ketimbang terorisme atau keamanan. Namun, para analis memperingatkan serangan Kamis lalu bisa mengubah situasi itu.

Hingga kemarin, para penyelidik Prancis masih menyelidiki latar belakang Karim Cheurfi, 39, pelaku serangan yang menembak mati seorang polisi. Sebuah catatan yang memuji IS ditemukan di samping jenazah Cheurfi. Dia menembak seorang perwira dan melukai dua lainnya sebelum terbunuh dalam baku tembak.

Menyusul serangan itu, Le Pen, Fillon, dan Macron membatalkan kampanye terakhir mereka pada Jumat (21/4). Hanya Melenchon berkampanye sesuai jadwal.

Le Pen bergerak cepat dengan menampilkan dirinya sebagai pembela terkuat untuk melawan radikalisme di negara yang telah dilanda sejumlah serangan sejak 2015 yang telah menewaskan 239 jiwa.
Pemimpin Front Nasional (FN) yang antiimigran itu menyerukan Prancis segera mengendalikan perbatasan dengan Uni Eropa dan mendeportasi semua orang asing dalam daftar pantauan teror.

"Perang melawan kita ini tidak henti-henti dan tanpa ampun," kata perempuan 48 tahun itu. Fillon dan Macron juga segera menggelar pidato di televisi dan berjanji akan melindungi rakyat negeri itu. Hingga hari terakhir kemarin, jajak pendapat oleh BVA menunjukkan Le Pen dan Macron bersaing ketat dengan 23% suara disusul Melenchon dengan 19,5% suara dan Fillon dengan perolehan 19%. Tujuh kandidat presiden lainnya hanya mendapat satu digit persen suara. AFP/Ire/I-1



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya