Perang Korea Bisa Pecah Setiap Saat

Haufan Hasyim Salengke
17/4/2017 06:39
Perang Korea Bisa Pecah Setiap Saat
(AFP)

KOREA Utara (Korut) menyambut kunjungan Wakil Presiden A­merika Serikat (AS) Mike Pence ke Korea Selatan (Korsel) dengan menguji coba rudal baru, tapi gagal. Aksi provokasi itu kian meningkatkan potensi bentrokan militer di Semenanjung Korea.

Pence tiba kemarin dan akan bertemu Pelaksana Tugas Presiden yang juga Perdana Menteri Korsel Hwang Kyo-ahn di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan. Mereka akan mendiskusikan sejumlah isu, termasuk respons militer terhadap Korut.

Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan kunjungan Pence ke Seoul akan mencakup diskusi tentang ancaman dari Korut, termasuk opsi militer. “Tentu kita akan membahas itu dengan sekutu dan mitra kami di setiap kesempatan,” ujarnya kepada wartawan di Seoul.

Di sisi lain, Tiongkok yang merupakan sekutu abadi Korut meminta bantuan Rusia untuk mendinginkan ketegangan akibat ambisi nuklir Pyongyang. Beijing memperingatkan perang atas Korut bisa pecah ‘setiap saat’.

Korut melakukan uji coba rudal balistik pada Sabtu (15/4) pukul 06.20 waktu setempat. Korsel mengonfirmasi uji coba gagal karena rudal meledak segera setelah diluncurkan. Kegagalan itu datang sehari setelah Pyongyang merayakan HUT ke-105 kelahiran pendiri Korut, Kim Il-sung.

Perayaan diisi dengan parade militer besar-besaran. Rezim ‘Negeri Juche’ memamerkan hampir 60 rudal, termasuk yang diyakini sebagai rudal balistik antarbenua baru. Seoul mengecam uji coba rudal terbaru itu, yang mereka sebut sebagai pelanggaran yang jelas yang kesekian ka-linya terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Awal bulan ini, Korut melakukan uji coba rudal balistik menjelang KTT pertama AS-Tiongkok setelah Donald Trump resmi memangku jabatan presiden AS Januari lalu. Risiko konflik militer pecah pun kian mengkhawatirkan karena Pyongyang berkeras melanjutkan provokasi, bahkan setelah Washington memperingatkan akan menangani Pyongyang dengan cara sendiri.

“Korut sedang mencari masalah. Jika Tiongkok memutuskan untuk membantu, itu sesuatu yang hebat. Jika tidak, kita akan memecahkan masalah ini tanpa mereka,” tegas Trump dalam sebuah komentar di Twitter.

Faktor Trump
Konflik terbuka mengkhawatirkan banyak pihak karena pemerintahan Trump melancarkan aksi militer keras sepekan terakhir. Trump, misalnya, memerintahkan serangan udara di Suriah dalam merespons serangan senjata kimia rezim Presiden Bashar al-Assad.

Selepas membombardir sebuah pang-kalan udara Suriah dengan 59 rudal jelajah, Pentagon menjatuhkan bom besar yang dijuluki ‘induk dari semua bom’ di Afghanistan untuk menghancurkan posisi kelompok militan Islamic State (IS).

Washington juga mengirim satu kelompok kapal penyerang, Carl Vinson Strike Group, ke Semenanjung Korea sebagai peringataan kepada Korut untuk menghentikan program nuklir. Langkah itu ditanggapi Pyongyang dengan menyatakan siap merespons setiap serangan dari pihak mana pun.

“Kami siap merespons perang habis-habisan dengan perang habis-habisan pula dan kami siap menyerang balik dengan serangan nuklir terhadap setiap serangan nuklir,” kata Choe Ryong-hae, orang nomor dua di Korut.

Korut semakin agresif dan berikrar akan melanjutkan tes nuklir. Dalam sebuah wawancara dengan AP, Wakil Menteri Luar Negeri Korut Han Song-ryol menyebut Trump ‘lebih ganas dan lebih agresif’ dari pendahulunya, Barack Obama.

“Negara kami akan terus mengembangkan senjata nuklir dan mungkin melakukan uji coba nuklir pada waktu dan tempat sesuai instruksi dari Kim Jong-un,” ujar Song-ryol. (AFP/AP/Korea Times/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya