Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KUNCI seni tradisional tetap dapat bertahan di tengah gempuran seni modern terletak pada kreativitas para pelaku.
Daya cipta itu tentu bukan berarti meninggalkan esensi seni tradisional yang edi peni dan adiluhung.
Itulah roh sejatinya.
Inilah yang berhasil disuguhkan para seniman Wayang Orang Kautaman dalam gelaran lakon Abimanyu Mandira Sungsang di Gedung Kesenian Jakarta Jumat-Sabtu (7-8/4).
Kisah ini menceritakan jiwa kesatria Abimanyu yang terpenjara oleh bayang-bayang kebesaran sang ayah, Arjuna.
Pertunjukan wayang ini mampu secara apik meloloskan diri dari kekonvensionalannya.
Ini terjadi berkat acara itu dikemas dengan era millennial, bukan hanya pada artistik tata lampu dan panggung, melainkan juga penyajian tari.
Jadi, tontonan sekitar 3 jam itu terasa cepat berlalu.
Terus terang, keindahan pertunjukan ini dipilari para seniman pilih tandhing, seperti Wasi Bantolo yang berperan sebagai Abimanyu, Ali Marsudi (Arjuna), Agus Prasetyo (Kresna), Teguh Ampiranto (Baladewa), Ayun Anindita Setyawulan (Utari), Galuh Puspita Sari (Siti Sendari).
Penulis naskah sekaligus sutradara ialah Nanang HP.
"Naskah ini sudah saya siapkan setahun yang lalu," katanya.
Penata musiknya ialah seniman Blacius Subono, penata artistik Sugeng Yeah, dan penata tari Ahmad Dipoyono.
Salah satu sesi paling nges (menarik dan menyentuh) pergelaran ini ialah pada adegan dalam satu panggung ketika Arjuna sedang memadu rindu dengan Sembadra dan Srikandi, sedangkan di pojok lain Abimanyu sedang menata hati di depan Siti Sendari dan Dewi Utari.
Abimanyu tampak masih gelisah mesti memadu Siti Sendari.
Merasa gundah
Pernikahan Abimanyu dengan Utari merupakan prakarsa dan kehendak Arjuna.
Ini dilatarbelakangi kepentingan negara menjelang pecahnya Perang Bharatayuda.
Utari ialah putri Prabu Matswapati, Raja Wiratha. Skenarionya, bila Wiratha bersatu dengan Amarta, itu akan menambah kekuatan Pandawa saat menghadapi Kurawa di Kurusetra.
Apa pun latar belakangnya, Abimanyu merasa dirinya telah menduakan Siti Sendari, putri Prabu Kresna.
Karena itu, ia merasa menjadi lelaki yang tidak punya harga diri.
Kegundahan hatinya itu ia ungkapkan dalam tembang sebagai berikut:
Gesang mangka telas tilasing jalma; Derma numpal keli; Pun kakang apindha kluwung; Kang koncatan warni (Hidup yang serasa tak lagi berharga; Sekadar mengalir ke muara; Aku seperti pelangi; Yang ditinggal warnanya)
Di luar dugaan, ternyata Siti Sendari bukanlah perempuan biasa. Ia menyampaikan kesetiaannya yang tidak terkira lewat tembang sebagai berikut:
Setya kula dhumateng paduka; Pindha kembang klawan sari; Urup klawan geni (Setiaku padamu; Seperti bunga dan sarinya; Seperti api dan nyalanya).
Terlalu banyak kemenarikan yang tersuguhkan dalam pertunjukan ini.
Bukan hanya pada aspek seni, tetapi juga nilai-nilai dalam kisahnya.
Inilah poin yang tidak tergantikan.
Barangkali, pergelaran ini akan lebih menarik lagi, lebih greng, bila pengemasan jalan ceritanya dikontekskan dengan kondisi kekinian.
Misalnya, bukankah seni bisa dijadikan medium mengoreksi kondisi bangsa saat ini?
Mengkritik lewat seni selamanya tidak akan pernah melukai.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved