Program SCILD di NTT Apuh Putus Mata Rantai Perdagangan Manusia

Antara
06/4/2017 08:57
Program SCILD di NTT Apuh Putus Mata Rantai Perdagangan Manusia
(Foto Istimewa)

PROGRAM Strong Civil Society Organization for Inclusive Livestock Value Chain Development-in NTT (SCILD) di Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai mampu memutus mata rantai perdagangan manusia di provinsi berbasis kepulauan itu.

"Program ini secara tidak langsung memberikan efek untuk memutus mata rantai maraknya kasus human trafficking di NTT khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan," kata SCILD Project Manager Plan Internasional Indonesia Yedityah Mella di Desa Tesiayofanu Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kamis (6/4).

Program SCILD merupakan program dari Plan Internasional Indonesia Area Timor yang mendapatkan dukungan dana dari Uni Eropa dalam rangka mendukung program pemerintah NTT. Program yang dilakukan adalah memberdayakan 2.000 anak muda di lima kabupaten di NTT untuk menjadi peternak, baik untuk ternak sapi, ayam, serta babi.

Dari 2.000 anak tersebut ada sekitar 65 persen atau 1.300 anak muda didominasi oleh kaum perempuan. "Lima kabupaten yang mendapatkan kesempatan tersebut adalah Kabupaten Malaka, Belu, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, serta Kupang," katanya.

Yedith mengatakan program SCILD juga diterapkan oleh Plan dalam rangka memberdayakan masyarakat sipil lokal serta membuka lapangan pekerjaan baru bagi remaja yang usianya berkisar 18-29 tahun.

Dalam pelaksaan program itu, Plan mengandeng Yayasan Sanggar Suara Perempuan dan Bengkel APPek untuk memperkuat delapan CSO di NTT untuk menjadi pendorong bagi para perempuan muda dalam meningkatkan partisipasi mereka, agar setara dengan pria dalam pembangunan ekonomi.

Ia juga mengatakan bahwa berkat dari program yang menguntungkan itu, banyak masyarakat dan kaum muda di Desa Tesiayofanu batal bermigrasi ke kota karena sudah mendapatkan manfaat dari program tersebut.

Penerima program dari Desa Tesiayofanu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, bernama Buna Misa, mengaku program itu mencegah masyarakat dan anak-anak di desa setempat keluar dari desanya karena telah memiliki penghidupan yang layak. "Kami merasa sangat terbantu. Saat ini kami tinggal merawatnya nanti kalau sudah satu tahun sapi akan kami jual, dan harga per ekornya mencapai Rp10 juta," katanya.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya