Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
HARI masih pagi saat saya berangkat dari Pusat Kota Medan di Sumatera Utara, Senin (3/4/2017), menggunakan kendaraan bus bersama rombongan. Tujuan utama adalah Danau Toba yang merupakan wisata paling terkenal dari daerah ini.
Mestinya, untuk menuju Danau Toba, ada jarak yang lebih dekat, yakni melalui jalan lintas Sumatera (Jalinsum) sepanjang sekitar 180 km. Jarak ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar empat jam menggunakan kendaraan umum.
Namun saya memilih menyusuri Bukit Barisan, menempuh jalur dari Medan melewati Sungai Sembah - Sibolangit-Tanah Karo-Parapat di Kabupaten Bolon Simalungun. Jarak tempuhnya sekitar 220 km, dan memakan waktu sekitar delapan jam.
Dari jalur bukit barisan ini, kita bisa menikmati udara lebih segar, pemandangan di antara dua gunung, yakni Gunung Sibayang dan Gunung Sinabung. Hanya saja jalanan sepanjang bukit barisan ini sangat sempit dengan lebar sekitar lima meter, berkelok-kelok, penuh tanjakan dan turunan tajam.
Dengan kondisi jalan yang seperti ini, kita harus ekstra hati-hati. Sebab, jika berpapasan dengan kendaraan dari arah yang berlawanan rawan terjadi benturan. Itupun jika papasan dengan kendaraan lain maka dua kendaraan harus saling menepi hingga tepi jalan yang berupa semak-semak dan rawan tergelincir ke jurang-jurang di bawahnya.
Apalagi jika dalam kondisi hujan. Selain licin, kendaraan dari arah berlawanan kerap melaju tak beraturan, sehingga amat rawan terjadi kecelakaan. Jalan ini juga kerap dilalui kendaraan besar pengangkut barang, buah-buahan, pupuk kandang, juga tangki pengangkut air mineral dari pegunungan.
Memasuki daerah Tanah Karo, terdapat banyak perkebunan jeruk yang dikenal dengan jeruk brastagi. Kebanyakan kebun-kebun itu menjadi lokasi wisata petik jeruk. Sehingga wisatawan yang mampir ke kebun bisa petik sendiri jeruk-jeruk yang rasanya manis dengan aroma jeruk yang lebih kuat. Setelah itu tinggal membayarnya dengan harga rata-rata Rp15.000 per kg.
Usai petik jeruk, wisatawan bisa menuju ke air terjun Si Piso-Piso. Air terjun berbentuk seperti pisau ini letaknya bersebelahan dengan salah satu sisi Danau Toba. Jadi arah pandangan mata ke kanan ada air terjun, di kiri ada danau.
Jalan setapak untuk turun ke air terjun tergolong panjang dan curam, serta licin saat hujan, sehingga hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki sekitar 30 menit jika cuaca normal. Jika hujan, maka harus ekstra hati-hati dan butuh waktu lebih lama.
Selain air terjun, aja lokasi terindah menikmati Danau Toba, yakni melalui Taman Simalam Resort (TSR). Hanya saja, tempat ini tergolong sangat mahal untuk wisatawan lokal. Untuk masuk saja, wisatawan mesti merogoh kocek Rp1,4 juta per orang.
Memasuki Kabupaten Simalungun, kondisi jalan mengalami kerusakan sepanjang lebih dari 5 km. Karenanya, dengan kondisi jalan yang sempit, berliku, penuh tanjakan dan turunan, maka akan makin membuat sulit para wisatawan yang melintas di jalur itu. Tapi wisatawan bisa melepas lelah di Kampung Daulu, wilayah Kabupaten Simalungun, untuk sekedar minum kopi, bandrek dan makan pisang goreng khas Sumatera Utara.
Jalur ini juga nyaris tanpa penerangan listrik dan kurang tempat istirahat bagi wisatawan yang kelelahan di jalan, mengingat perjalanan yang ditempuh amat panjang, yakni 220 km. Hanya sedikit akses jalan yang sudah diterangi listrik, sehingga disarankan wisatawan tidak melintas pada malam hari.
"Minimnya fasilitas wisata, seperti toilet, listrik di tepi jalan, dan lainnya, menandakan pariwisata kurang digarap dengan serius. Padahal potensi wisatanya ada, cukup banyak, dan bagus. Serta sangat terkenal," gerutu Danik,40, seorang wisatawan asal Jawa Tengah.
Sesampainya di Parapat, barulah fasilitas wisata terlihat cukup baik. Ada sejumlah hotel, tempat makan masakan minang dan souvenir, dengan pemandangan langsung menghadap ke Danau Toba yang hanya terpisah oleh jalanan selebar sekitar 6 meter saja. Tarif hotel di daerah ini rata-rata Rp550 ribu per malam.
Dari lokasi ini, kita bisa berjalan kaki menuju dermaga sejauh 50 -100 meter. Kemudian kita bisa naik perahu motor mengarungi Danau Toba, menuju Pulau Samosir. Dari atas perahu, kita bisa menyaksikan air danau tenang berwarna biru kehijauan, dengan pemandangan hijau pegunungan di sekelilingnya.
Danau Toba membentang sepanjang 90 km dan lebar 30 km, dengan kedalaman rata-rata 500 m. Danau ini merupakan bekas letusan Gunung Toba sebanyak tiga kali, dengan kandungan mineral dalam air cukup tinggi. Kondisi airnya cenderung tenang sehingga bisa ditempuh dengan waktu sekitar 45 menit jika kondisi normal menggunakan perahu motor. Namun jika muncul sedikit ombak, maka waktu tempuh menuju Pulau Samosir akan lebih lama, hingga mencapai satu jam.
Sembari menikmati pemandangan air danau dan pegunungan di sampingnya, wisatawan akan dihibur oleh nyanyian sejumlah pengamen bersuara merdu. Mereka seringkali menyanyikan lagu-lagu khas Batak. Pemandu wisata biasanya bercerita tentang legenda ikan mas di Danau Toba.
Sesampainya di Pulau Samosir, waktu itu saya langsung menuju Desa Ambarita. Di lokasi ini masih terdapat rumah adat Raja Siallagan. Lokasi itu masih asli, beserta lokasi pemenggalan kepala musuh-musuh raja. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved