Defisit, Tinjau Iuran BPJS

Indriyani Astuti
03/4/2017 09:12
Defisit, Tinjau Iuran BPJS
(ANTARA//Kornelis Kaha)

BELUM idealnya tarif iuran dan belum optimalnya cakupan kepesertaan dianggap menjadi salah satu masalah. Pemerintah dinilai keliru dalam menetapkan strategi jumlah iuran pada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Demikian diungkapkan guru besar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, yang juga pendiri Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia.

Menurutnya, tarif iuran pada peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja masih ditetapkan berdasarkan kelas, padahal banyak dari mereka yang mampu membayar iuran lebih, misalnya pengusaha.

"Akibatnya tidak terjadi gotong royong antara peserta yang bergaji tinggi dan peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang pendapatannya rendah. Padahal yang bergaji tinggi bisa membayar lebih dari itu. Misalnya pejabat, kenapa iurannya hanya diambil dari gaji pokoknya, padahal pendapatannya lebih," tutur Hasbullah ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin (Minggu, 2/4).

Jumlah pemasukan dana jaminan sosial program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) diketahui terus mengalami defisit sejak diluncurkan pada 2014. Di 2014, defisit mencapai Rp3,3 triliun, pada 2015 menjadi Rp5,7 triliun, dan di 2016 sebesar Rp9,7 triliun.

Jika dana yang dikeluarkan semakin besar ketimbang pemasukan, pemerintah akan mengambil langkah pengendalian untuk mengatasi defisit itu. Masalah dari defisit BPJS Kesehatan, ujar Hasbullah, ada pada BPJS dan pemerintah.

Penetapan tarif iuran yang tidak realistis membuat rumah sakit dibayar terlalu kecil sehingga ada beberapa dari mereka yang melakukan kecurangan yang menyebabkan melambungnya biaya kesehatan.

"Ada sebagian rumah sakit memang nakal. BPJS Kesehatan sudah mendeteksi kenakalan itu. Memang belum ada survei berapa besar, dugaannya kira-kira tidak sampai 10%. Akarnya karena bisa jadi bayarannya terlalu kecil. Tentu kalau dibayar di bawah harga, tentulah dia nakal. Itu yang pemerintah harus lihat."

Dia setuju ada opsi penaik-an tarif iuran berimbang untuk meningkatkan mutu pelayanan, tapi tetap memperhatikan masyarakat dengan upah rendah.

Skenario
Pemerintah lintas kementerian/lembaga telah menyiapkan 27 skenario yang salah satunya digadang-gadang akan mampu menjadi solusi untuk mengendalikan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kes) dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Saat ditemui seusai rapat tingkat menteri membahas pengendalian defisit DJS kesehatan di Kantor Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kamis (30/3), Menko PMK Puan Maharani meminta agar dari 27 skenario yang ada dapat segera dikerucutkan dan dipilih yang paling tepat.

"Ini tentu saja perlu kajian dan perhitungan aktuaria yang tepat. Dalam waktu satu bulan insyaAllah saya minta supaya itu sudah ada kajian yang komprehensif," ujar Puan.

Karena itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah pengendalian yang melibatkan seluruh Kementerian/lembaga terkait, tidak hanya BPJS Kesehatan.(Mut/H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya