Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEORANG pasien bukan hanya membutuhkan obat agar sembuh, melainkan juga nutrisi yang diperoleh dari makanan. Sayangnya, selama ini sebagian rumah sakit (RS) kurang memperhatikan nutrisi pada pasien-pasiennya.
Bahkan, menurut Asosiasi Rumah Sakit Vertikal Indonesia manajemen terapi nutrisi RS di Indonesia, terutama bagi pasien yang menjalani rawat inap, masih sangat rendah. Sampai sekarang tidak ada data persis tentang bagaimana sebuah rumah sakit melakukan terapi nutrisi bagi pasiennya.
"Di rumah sakit di Indonesia banyak dokter spesialis, tetapi dokter spesialis biasanya fokus pada yang menjadi spesialisasinya. Sementara itu, untuk nutrisi kebanyakan hanya menjadi tugas perawat di assesment awal bagi pasien. Artinya, tidak ada upaya agar nutrisi bagi pasien menjadi salah satu fokus perhatian demi kualitas penyembuhan pasien," kata Ketua Asosiasi Rumah Sakit Vertikal Indonesia Prof Abdul Kadir dalam Simposium Kedokteran The 17th Fresenius Kabi Advance Nutrition Course (FRANC) Asia dengan tema The standard of nutrition theraphy in 2017 di Nusa Dua, Bali, pekan lalu.
Ia juga mengungkapkan, malnutrisi masih kerap terjadi pada pasien rawat inap di RS di Tanah Air. Padahal, kasus tersebut bisa menyebabkan pasien mengalami banyak kerugian dari sisi kualitas kesehatan maupun biaya yang ditimbulkan selama perawatan di RS.
Oleh karena itu, ujarnya, RS perlu menerapkan manajemen terapi nutrisi dengan tujuan untuk mengetahui status nutrisi pada pasien sejak awal. Caranya dengan mengukur status gizi awal saat pasien masuk RS, memperhatikan asupan makanan pasien, dan pemantauan gizi pasien.
Idealnya, kata Abdul Kadir, seluruh RS pemerintah wajib menjadikan terapi nutrisi sebagai salah satu bentuk terapi, seperti halnya terapi obat-obatan. "Di rumah sakit vertikal saat ini sudah diupayakan terapi nutrisi menjadi satu paket, dipantau secara ketat. Bila menemukan kendala kondisi malnutrisi, akan ada solusinya," ujarnya.
Ia merekomendasikan seluruh RS meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) kesehatan di bidang nutrisi sehingga bisa melakukan screening nutrisi pada setiap pasien sebagai standar dasar.
Selain itu, Abdul Kadir juga meminta kepada masyarakat untuk membangun kesadaran masing-masing tentang pentingnya nutrisi secara umum maupun saat menjalani rawat inap di RS. Tenaga medis dan pasien perlu menyadari bahwa malnutrisi bisa menyebabkan rawat inap semakin panjang sehingga biayanya semakin tinggi.
Selain itu, komplikasi pada tubuh semakin banyak, penyembuhan luka (untuk pasien luka) lebih lama, angka kesakitan meningkat, dan akhirnya berujung pada meningkatnya angka kematian. "Anggapan bahwa rumah sakit diuntungkan dengan lamanya pasien rawat inap, itu tidak benar. Sebaliknya, rumah sakit mengalami banyak kerugian. Semakin cepat pasien sembuh, rumah sakit akan semakin untung dan pasien juga lebih hemat biaya," ujarnya.
Ditangani awal
Spesialis anestesi dan pemerhati nutrisi RS, dr Ike Sri Redjeki, mengatakan bila kasus malnutrisi ditangani dengan baik saat awal pasien masuk RS, komplikasi dengan risiko infeksi pada pasien bisa diminimalisasi dan proses penyembuhan luka lebih baik. Hal tersebut juga mempercepat mobilisasi dan proses penyembuhan serta perawatan pasien menjadi lebih singkat.
"Sepulangnya pasien dari rumah sakit, risiko terjadinya re-hospitalisasi kekambuhan menjadi lebih minimal dan perbaikan tingkat kelangsungan hidup pasien akan lebih baik juga," ujarnya.
Menurutnya, banyak hal yang bisa dilakukan oleh RS untuk memantau pasien malnutrisi. Yang paling terlihat ialah terjadinya penurunan berat badan atau berat badan pasien tidak ideal, terjadi perubahan komposisi tubuh, termasuk kehilangan lemak dan masa otot.
Beberapa penyebab malnutrisi pada pasien, yakni pertama, akibat kehilangan nutrisi karena gangguan pencernaan, gangguan penyerapan, mual, muntah, dan diare. Kedua, asupan makanan yang tidak mencukupi karena tidak bisa menelan makanan, kehilangan nafsu makanan, faktor usia, masalah sosial dan finansial, serta gangguan psikologis. Ketiga, kebutuhan energi meningkat karena penyakit kronis dan hati, perbaikan kerusakan sel, pembentukan sel imun, dan metabolisme tubuh meningkat sebagai bentuk pertahanan diri terhadap penyakit. (OL/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved