Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MASALAH infertilitas atau ketidaksuburan pada pasangan suami istri bisa disebabkan oleh masalah pada suami ataupun istri. Karena itu, penyelesaiannya pun butuh kerja sama kedua belah pihak.
"Sayangnya, masih ada suami yang cenderung menyalahkan istri ketika tidak kunjung memiliki anak. Bahkan sebelum dipastikan penyebabnya," ujar konsultan fertilitas dari MRCCC Siloam Semanggi, Batara I Sirait, pada diskusi kesehatan di rumah sakit tersebut, Kamis (12/11).
Ia menjelaskan pasangan dikategorikan tidak subur bila tidak kunjung memiliki anak ketika sudah menikah setahun dan melakukan hubungan seksual teratur tanpa pengaman. Data menyebutkan 35% kasus ketidaksuburan pasangan disebabkan oleh masalah pada laki-laki, seperti kualitas dan kuantitas sperma yang buruk atau adanya gangguan pada saluran sperma.
"Jadi, kalau mengalami masalah susah punya anak, baik suami maupun istri harus diperiksa supaya permasalahannya bisa dipastikan," kata Batara.
Selain butuh kerja sama suami istri, lanjut Batara, terapi infertilitas juga butuh komitmen yang kuat, mengingat terapinya tidak bisa selesai dengan sekali kunjungan ke dokter. Dibutuhkan serangkaian pemeriksaan dan tindakan, bergantung pada penyebabnya.
"Pertama harus dipastikan dulu tidak ada gangguan pada organ seluruh reproduksi istri maupun suami. Sperma suami perlu dicek. Pada istri, jika ada gangguan polip, miom, endometriosis, endometriosis, sumbatan pada saluran telur, harus dibenahi."
Untuk infertilitas yang disebabkan gangguan hormonal pada pihak istri, lanjut Batara, dibutuhkan terapi yang terjadwal. Pasien harus mematuhi jadwal kunjungan ke dokter itu.
"Pemeriksaan hormon reproduksi, pemberian obat hormonal, serta penilaian apakah sel telur sudah ovulasi (siap dibuahi) atau belum tidak bisa dilakukan pada sembarang waktu karena terkait dengan siklus reproduksi perempuan," papar Batara.
Pasien kanker
Pada kesempatan itu, Batara juga menjelaskan metode pengawetan fungsi fertilitas bagi pasien kanker. Metode itu berfungsi untuk 'menyimpan dan mengamankan' kesuburan pasien kanker sebelum menjalani kemoterapi ataupun radioterapi yang bisa merusak organ reproduksi.
"Tekniknya, sebelum menjalani terapi kanker, pasien terlebih dulu diambil sperma atau sel telurnya. Sperma dan sel telur itu lalu dibekukan. Bagi pasien yang sudah menikah, bisa juga yang dibekukan embrionya. Nanti, setelah pulih, pasien bisa memiliki anak dengan metode bayi tabung menggunakan sel telur, sperma, atau embrio yang sudah disimpan itu," terang Batara.
Metode pengawetan fertilitas menjadi pilihan mengingat saat ini keberhasilan pengobatan kanker makin meningkat. Namun, pasien yang sintas dari kanker tidak bisa memiliki anak karena sel gonad (penghasil sperma atau sel telur) mereka rusak akibat kemoterapi dan radioterapi.
"Dengan diawetkan, mereka nantinya bisa berkesempatan memiliki anak."
Di negara-negara maju, metode itu sudah masuk protokol pengobatan kanker. Pasien ditawari pilihan metode itu. Tercatat, penyimpanan dalam bentuk embrio memiliki angka keberhasilan tertinggi.
Namun, di Indonesia langkah itu belum populer. "Mungkin karena pengobatan masih berfokus pada kankernya saja," kata Batara. (*/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved