Pedagang Satwa Liar Dijerat UU TPPU

Richaldo Y Hariandja
11/2/2017 04:01
Pedagang Satwa Liar Dijerat UU TPPU
(ANTARA/Idhad Zakaria)

RINGANNYA hukuman terhadap pelaku perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi tidak menimbulkan efek jera pada pelaku.

Oleh karena itu, diperlukan penguatan sanksi hukum untuk mereka yang melakukan tindak pidana tersebut secara berulang-ulang.

Penguatan sanksi yang akan dilakukan pemerintah antara lain dengan menjerat pelaku dengan menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pasalnya, Undang-undang Nomor 5 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang selama ini digunakan untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelaku kejahatan hanya mampu menjerat mereka dengan hukuman dua tahun penjara.

"Hukuman itu tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Pelaku kejahatan yang ditangkap merupakan orang dan jaringan yang sama," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kemal Amas, kemarin.

Menurutnya, penggunaan UU TPPU bisa menjerat pelaku dengan hukuman yang lebih berat.

Oleh karena itu, ia mengajak kepolisian, kejaksaan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk merumuskan upaya peningkatan penegakan hukum dengan mendorong penggunaan pasal dalam UU yang mengatur kejahatan pencucian uang itu.

Atas wacana tersebut, Beren Rukur Ginting dari PPATK mendukung penerapan UU antipencucian uang dalam kasus perdagangan satwa di Indonesia.

Menurutnya kejahatan satwa bukan lagi kejahatan biasa, melainkan sudah menjadi kejahatan terorganisasi dan juga merupakan kejahatan transaksional lintas negara.

"Kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup merupakan salah satu tindak pidana asal yang berisiko tinggi menjadi sumber pendanaan pencucian uang. Kejahatan ini sering kali ditemukan berentetan dengan penipuan, pemalsuan, kekerasan, korupsi, dan pencucian uang," ucap Beren.

Direvisi

Dalam upaya memperberat sanksi terhadap pelaku perdagangan tumbuhan dan satwa liar, pemerintah saat ini mengajukan revisi UU No 5 Tahun 1990.

Setelah UU tersebut direvisi, diharapkan hukuman pidana bagi pelaku kejahatan satwa lebih dari lima tahun penjara dan denda di atas Rp100 juta.

"Saya bisa pastikan nanti hukuman terhadap pelaku akan lebih berat. Saya rasa tahun (UU) ini bisa disahkan," kata Sekjen Kementerian LHK Bambang Hendroyono saat dihubungi secara terpisah.

Di sisi lain, berdasarkan data secara global, 1.000 jagawana terbunuh saat bertugas.

Dari angka itu sekitar 80% dibunuh pemburu, sedangkan sisanya kelompok militan.

Angka itu menunjukkan jagawana perlu pelatihan dan peralatan yang memadai.

Direktur Konservasi WWF-Indonesia Arnold Sitompul dalam keterangan tertulis menyatakan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang rentan punah.

Oleh karena itu, perlu dijaga secara komprehensif.

Kondisi itu pula yang mendorong gabungan para ahli dan jagawana menerbitkan panduan pelatihan kepada penjaga (ranger) lapangan.

Dari jambi dilaporkan, tim Kepolisian Daerah Jambi dan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam setempat menggagalkan penyelundupan ratusan burung dari provinsi itu.

(Ric/SL/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya