Masyarakat Keliru Menilai Bakteri dan Antibiotik

Putri Rosmalia Octaviyani
08/2/2017 14:30
Masyarakat Keliru Menilai Bakteri dan Antibiotik
(Ilustrasi)

ANGGAPAN dan tindakan masyarakat dalam menyikapi eksistensi zat renik bakteri selama ini dinilai salah kaprah.

Pendapat tersebut dikemukakan oleh ahli biologi molekuler asal Inggris, Richard J. Roberts dalam kesempatan pada rangkaian simposium Bridges Dialogues Towards a Culture of Peace, yang diisi oleh tujuh pemenang Nobel, di Mayapada Hospital, Jakarta, Rabu (8/2).

Bakteri, dikatakan Richards, bukanlah hal yang harus dihindari, apalagi secara ekstrem. Karena tubuh justru memerlukan bakteri sebagai bagian pemicu peningkatan ketahanan (antibodi).

“Yang banyak dilupakan adalah bakteri merupakan salah satu mahkluk yang juga menghuni bumi. Mereka ada di mana-mana. Tubuh manusia merupakan salah satu rumah terbaik bagi bakteri,” ujar Richard.

Dia menjelaskan bakteri merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia dan mereka tidak akan menjadi berbahaya bila tubuh manusia terjaga. "Bakteri baru menjadi berbahaya apabila hinggap di tubuh yang lemah. Akan semakin parah bila ternyata tubuh telah kehilangan banyak bakteri baik, akibat resistensi antibiotik.

“Cara sistem imun bekerja sesungguhnya mereka butuh tantangan untuk dapat terus berkembang menjadi lebih kuat secara bertahap. Jadi proteksi berlebihan juga tidak diperkenankan,” tutur Richard.

Diungkapkan saat ini hal yang memperparah keadaan selain dari kesalahanpahaman tentang bakteri di masyarakat ialah kelalaian dunia dalam penggunaan antibiotik. Tidak hanya di masyarakat awam, di kalangan pekerja medis kelalaian tersebut juga masih banyak ditemui.

Pemberian antibiotik berlebih untuk penyakit yang tidak parah tersebut menyebabkan tubuh manusia menjadi lebih rentan secara signifikan. "Mikroba atau bakteri sangat mungkin menjadi resisten atau kebal terhadap obat-obatan yang dikonsumsi,” imbuh Richard.

Dampak lainnya, jika antibiotik digunakan dengan tidak semestinya, bakteri di tubuh akan menjadi resisten atau kebal. Apabila hal itu terjadi, penyakit yang disebabkan bakteri yang resisten pada antibiotik tersebut akan sulit disembuhkan, dan dapat berakibat fatal.

Salah satu penyakit yang terjadi pada tubuh manusia akibat resistensi antibiotik ialah yang disebabkan oleh bakteri MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus). MRSA adalah salah satu tipe bakteri Staphylococcus yang ditemukan pada kulit dan hidung yang kebal terhadap antibiotik.

Seseorang yang terpapar bakteri yang biasa ditemukan di rumah sakit, fitnes, dan fasilitas umum tersebut akan mengalami pembusukan daging pada tubuh akibat dimakan bakteri. Amputasi hingga kematian mengintai penderita secara cepat.

Menurut Richard, pemikiran masyarakat dan tenaga medis bahwa antibiotik dapat mengobati semua jenis penyakit harus segera diubah. Menurut dia, antibiotik hanya dapat digunakan untuk penyakit yang disebabkan bakteri itupun dengan perhitungan yang sangat tepat dari dokter.

Di Indonesia, saat ini masyarakat dengan mudah menemukan obat antibiotik di berbagai fasilitas penyedia farmasi. Penelitian WHO tahun 2005 menyebutkan, sebanyak 50 persen pemberian resep di fasilitas kesehatan primer dan rumah sakit di Indonesia mengandung antibiotik.

Sementara itu, Survei Nasional Kementerian Kesehatan pada 2009 mengatakan, pemberian antibiotik kebanyakan justru untuk penyakit yang disebabkan oleh virus seperti flu dan diare.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya