Publikasi Ilmiah Digenjot

Syarief Oebaidillah
31/1/2017 08:09
Publikasi Ilmiah Digenjot
(Ilustrasi--ANTARA/M Agung Rajasa)

UNTUK mendorong kultur publikasi dan upaya mewujudkan kemandirian, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) membangun science and technology index dengan nama Sinta.

Sinta merupakan portal yang berisi pengukuran kinerja ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi kinerja peneliti, penulis, author, kinerja jurnal, kinerja institusi iptek.

‘‘Sistem yang selama ini sudah ada di Indonesia tidak beroperasi dengan baik. Hal itu lantaran inkonsistensi dukungan tidak digunakan sebagai instrumen penentu dalam implementasi kebijakan seperti akreditasi, jabatan fungsional, dan lain-lain,’’ kata Menristek dan Dikti M Nasir saat peluncuran Sinta pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kemenristek Dikti di kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, kemarin.

Kemudian mekanisme pengolahan data tidak sinergis dengan instansi yang memiliki tugas dan fungsi. Lalu sistem input data belum digital sehingga sulit berkembang. Nasir menegaskan sistem ini ada untuk mendukung para peneliti agar dapat melakukan penelitian dan publikasi.

Nasir mengemukakan target publikasi pada 2017 berkisar 15 ribu-17 ribu publikasi. “Sistem ini diharapkan mampu memotivasi para peneliti untuk lebih giat menghasilkan publikasi.”

Yang membedakan Sinta dengan sistem yang telah ada sebelumnya ialah pada Sinta terdapat fungsi relasi, sitasi (daftar pustaka rujukan), dan pengindeks. Sementara itu yang lain hanya relasi dan sitasi.

Sinta juga menggunakan sistem entry exit digital dan dikelola secara multisektor yang mempunyai tugas dan fungsi sinergis, yakni Kemenristek Dikti dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Potong tunjangan
Pada kesempatan itu, Nasir juga berencana menghentikan tunjangan guru besar untuk para profesor yang tidak produktif membuat publikasi di jurnal internasional. “Guru besar harus buat publikasi internasional. Kalau tidak ada publikasi, tunjangan akan diberhentikan sementara,” kata Nasir.

Dosen dengan jabatan akademik profesor akan memperoleh tunjangan kehormatan dengan ketentuan harus menghasilkan paling sedikit tiga karya ilmiah dalam jurnal internasional dalam tiga tahun. Selain itu, harus menghasilkan paling sedikit satu karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional bereputasi, paten, atau karya seni monumental dalam waktu tiga tahun.

Tunjangan kehormatan profesor dan profesi dosen ini, kata Nasir, dievaluasi setiap tiga tahun oleh Ditjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Untuk pertama kali, evaluasi tunjangan dilakukan pada November 2017.

Sinergi
Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristek Dikti, Jumain Appe, mengatakan sinergi antarlembaga litbang, perguruan tinggi, dan industri harus diintermediasi. Hal itu sedang digalakkan Kemenristek Dikti.

“Kami mencoba membuat model-model untuk mendorong inovasi seperti mengembangkan startup, lalu meningkatkan inovasi di industri kebijakan-kebijakan yang mendukung,” kata Jumain di tempat yang sama.

Terkait dengan peningkatan sinergi antara universitas dan industri, lebih dari 200 program lembaga pemerintah nonkementerian seperti BPPT, LIPI, Batan, Bapeten, Lapan, dan BSN ditawarkan ke universitas di seluruh Indonesia. Semua lembaga menawarkan fasilitas riset bagi para mahasiswa S-2 dan S-3. (Bay/AT/AU/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya