Kelola Sampah Harus Holistis

Richaldo Y Hariandja
30/1/2017 09:48
Kelola Sampah Harus Holistis
(ANTARA/Zabur Karuru)

KOALISI sejumlah LSM mengingatkan pengelolaan sampah nasional harus holistis, yakni mencakup penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), bukan hanya fokus pada teknologi pengolahan akhir.

"Pengelolaan sampah harus dilihat secara holistis dari hulu ke hilir, jangan hanya berfokus teknologi pengolahan di belakang," kata pengampanye urban dan energi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Dwi Sawung, melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (28/1).

Koalisi itu terdiri atas Walhi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan sejumlah LSM lain.

Mereka mengingatkan pemerintah agar menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres No 18/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (Pltsa).

Menurut mereka, daripada fokus pada pembangunan insinerator untuk Pltsa, pemerintah seharusnya menggalakkan replikasi kesuksesan pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R dan nirsampah (zero waste) di sejumlah daerah.

Kota Bandung bisa menjadi contoh yang baik untuk menekan produsen dengan menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang dengan melarang penggunaan styrofoam (gabus sintesis).

Selain itu, Surabaya telah sukses menggalakkan pemilahan dan merintis pengomposan skala rumah tangga sejak 2004. Terhitung, sudah ada 26 rumah kompos dengan reduksi sampah mencapai 37%.

Wawan Some dari Komunitas Nol Sampah mengingatkan Surabaya pernah mengalami kegagalan dengan insinerator yang telah menghabiskan biaya Rp33 miliar. "Justru pengelolaan nontermal yang berhasil. Inisiatif-inisiatif seperti ini harus dipelihara dan dikembangkan," ucapnya.

Kota metropolitan
Secara terpisah, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Ling-kungan Hidup dan Kehutanan (LHK) R Sudirman menjelaskan insinerator tetap dibutuhkan untuk mengelola sampah, khususnya di kota-kota metropolitan.

"Saya tekankan ini hanya untuk kota metropolitan besar dan tetap harus menjalankan amanat UU Pengelolaan Sampah (UU No 18/2008), menjalankan prinsip 3R," katanya, kemarin (Minggu, 29/1).

Sementara itu, kota kecil, lanjut dia, tidak diperbolehkan membangun insenerator. Menurutnya, kota metropolitan tidak akan sanggup mengelola sampah hanya dengan mengandalkan konsep 3R.

"Contohnya di Kota Surabaya yang berhasil melakukan pengurangan hingga 37%, sisanya 63% kan masih dibawa ke TPA (tempat pembuangan akhir). Lama-lama di TPA numpuk."

Operasional insinerator dalam pembakaran sampah, lanjutnya, tentu harus memenuhi baku mutu sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No 70/2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengelolaan Sampah secara Termal.

Pembangunan insinerator juga wajib menerapkan teknologi yang sesuai dengan karakteristik sampah Indonesia yang mayoritas sampah organik dan basah. "Nantinya, yang akan masuk ke TPA hanya residu sisa pembakaran insinerator."(Ant/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya