Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BIAYA pengobatan penyakit akibat konsumsi rokok menjadi komponen pengeluaran terbesar dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada 2015, biaya itu mencapai Rp7,57 triliun.
"Untuk tahun 2016 belum semua data terkumpul, tapi kemungkinan besar meningkat karena jumlah peserta BPJS Kesehatan juga bertambah," ujar Kepala Grup Litbang BPJS Kesehatan, Dwi Martiningsih, dalam peluncuran iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Jumat (27/1).
Dwi menjelaskan, beberapa penyakit akibat rokok yang paling banyak terjadi dan dibiayai BPJS Kesehatan, antara lain kanker mulut, kanker laring, jantung, stroke, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis. Mayoritas pasien berasal dari masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Karena itu, menurut Dwi, BPJS Kesehatan berencana mewacanakan penyakit yang diakibatkan oleh konsumsi rokok tidak dijamin program JKN sebagai upaya menekan jumlah perokok.
"Ada satu klausul di Perpres No 111/2013 (tentang Jaminan Kesehatan) pasal 25 tentang pelayanan yang tidak dijamin, salah satunya berbunyi gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri," terang Dwi
Saat ini penerjemahan dari ketentuan tersebut ialah kegiatan alam bebas seperti terjun payung dan paralayang.
Namun, Dwi mengemukakan BPJS Kesehatan ke depannya bisa mewacanakan konsumsi rokok sebagai salah satu yang termasuk jenis gangguan kesehatan yang tidak dijamin dalam program JKN. "Kalau nanti kampanye (antirokok) tidak berhasil, mungkin nanti penerjemahan perpres ini termasuk bagi perokok."
Harga murah
Pemerintah mengakui, kampanye antirokok hingga saat ini masih belum menunjukkan hasil yang signifikan. Data The Tobacco Atlas 2015 menyebutkan, sekitar 217.400 orang di Indonesia meninggal dunia akibat penyakit yang terkait dengan tembakau setiap tahunnya. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dari yang terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah di dunia.
"Memang masih jadi tugas yang berat. Ada kepentingan industri yang kuat sekali sehingga edukasi bagi masyarakat juga kerap terganggu. Salah satunya, harga rokok yang hingga saat ini masih murah," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Lily S Sulistyowati, pada kesempatan sama.
Lily mengatakan, peningkatan jumlah perokok di Indonesia terus terjadi. Pada 1995, jumlah masyarakat usia di atas 15 tahun yang merokok sebanyak 27%. Pada 2013 jumlah tersebut meningkat menjadi 36,3%.
Data RSUP Persahabatan, Jakarta, menyebutkan terjadi peningkatan drastis jumlah pasien yang mengalami penyakit terkait dengan tembakau.
Pada 2000, dalam setahun terdapat sekitar 200 pasien yang mengalami penyakit terkait dengan tembakau. Namun, pada 2015 jumlah tersebut melonjak menjadi sekitar 2.000 pasien.
"Sekitar 90% pasien yang mengalami penyakit terkait tembakau tersebut merupakan perokok aktif," ujar dokter spesialis paru dari RSUP Persahabatan, Agus Dwi Susanto.(Ant/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved