Bantuan untuk Sekolah Rawan Penyimpangan

Syarief Oebaydillah
13/1/2017 05:51
Bantuan untuk Sekolah Rawan Penyimpangan
(ANTARA/Darwin Fatir)

PENGHIMPUNAN dana dari masyarakat untuk bantuan sekolah rawan penyimpangan.

Pelaksanaannya harus transparan dan diaudit secara ketat setiap tiga bulan.

"Tata kelola yang baik dapat menerapkan konsep public-private partnership. Peluang untuk penyimpangan dan korupsi dapat ditekan habis dengan sistem audit yang ketat," kata pemerhati pendidikan Totok Amien Soefijanto kepada Media Indonesia, kemarin.

Ia mengatakan itu terkait dengan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang membolehkan masyarakat memberikan sumbangan sukarela untuk sekolah.

Totok mencontohkan, dalam penyusunan rencana anggaran dan pendapatan belanja sekolah (RAPBS) harus melibatkan orangtua, donatur, sponsor, dan alumni.

"Pelaporan juga harus rutin per tiga bulan secara terbuka di tingkat sekolah. Adapun audit bisa dilakukan orangtua dan alumni," kata dosen Universitas Paramadina itu.

Menurutnya, secara normatif rencana Mendikbud dapat dimengerti karena anggaran negara tidak cukup untuk membiayai pendidikan hingga 12 tahun.

Persoalannya, pendidikan gratis itu sudah menjadi jargon standar pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dan pemilu.

Bahkan ada beberapa provinsi, termasuk DKI Jakarta, melarang segala bentuk pungutan atau sumbangan.

Oleh karena itu, konsultan ACDP itu menyarankan dilakukannya dua langkah, yaitu menghapus aturan yang melarang pungutan dan membuat kebijakan baru yang mengatur pengelolaan dana sumbangan dari alumni dan masyarakat agar transparan dan memenuhi syarat integritas.

Totok menambahkan, RAPBS biasanya memang disusun pihak komite sekolah.

Namun, komite cenderung menyetujui anggaran yang diajukan kepala sekolah.

Karena itu, komite sekolah harus diperkuat agar tidak sekadar menjadi stempel kepala sekolah.

Majukan sekolah

Seusai pembukaan Workshop Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), kemarin, Mendikbud mengatakan mulai tahun ini sekolah diizinkan menghimpun dana dari masyarakat, seperti donatur dan alumni.

Menurutnya, saat ini waktunya bagi para alumnus untuk memberi sumbangan kepada sekolah, terutama untuk siswa yang tidak mampu.

Adapun dana dari masyarakat akan digunakan untuk meningkatkan daya tahan dalam memajukan sekolah.

"Kalau sekolah hanya mengandalkan bantuan operasional sekolah (BOS), sekolah tidak akan maju," katanya.

Dalam kegiatan yang dise-lenggarakan Itjen Kemendikbud yang juga dihadiri Menko Polhukam Wiranto itu, Mendikbud juga mengatakan ada perbedaan antara pungutan liar dan tidak liar.

"Kemendikbud sudah me-ngeluarkan peraturan bahwa pada dasarnya sekolah dibolehkan menghimpun dana dari masyarakat asal tidak memaksa, dalam rangka memperkuat pendanaan dengan semangat gotong royong."

Kemendikbud, tambahnya, juga sudah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Menko Polhukam Wiranto terkait dengan posisi dan langkah itu.

"Ternyata tidak masalah, asal resmi dan pemanfaatannya untuk pengembangan sekolah dan tidak melanggar undang-undang," tuturnya.

(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya