Membangun SMK dari Hulu

Puput Mutiara
02/1/2017 08:40
Membangun SMK dari Hulu
(Sumber: Kemdikbus/BPS/Foto: ANTARA)

PENDIDIKAN vokasi di tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK) masih memerlukan banyak perbaikan, bukan hanya dari segi peningkatan kualitas guru, melainkan juga meliputi kurikulum serta penambahan alat-alat laboratorium.

Upaya yang tengah dilakukan pemerintah dalam membenahi SMK di antaranya, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, ialah memberikan pelatihan kepada guru normatif dan menyiapkan tenaga ahli dari industri.

Nantinya, tenaga ahli yang kompeten di bidangnya terlebih dahulu harus mendapatkan sertifikasi kesetaraan agar dapat mengajar pendidikan formal.

"Perlahan akan mengisi kekurangan guru produktif di SMK. Seperti akta empat kalau dulu, mendapatkan pendidikan sertifikasi untuk keguruan," tegas Muhadjir.

Melalui upaya tersebut, Kemendikbud menargetkan pada 2020 perbandingan antara guru produktif dan guru mata pelajaran umum di SMK bisa proporsional sehingga berdampak pada peningkatan kualitas lulusan SMK yang siap kerja.

Setidaknya, ungkap Muhadjir, ada empat jurusan di SMK yang dianggap memiliki potensi besar untuk dikembangkan, yaitu kemaritiman, pertanian, pariwisata, dan industri kreatif.

"Baru ada dua yang terealisasi, yakni kemaritiman dan pertanian. Pada 2016, target SMK Kemaritiman 50 sekolah, yang terealisasi 39 sekolah dan SMK Pertanian 32 sekolah terealisasi," pungkasnya.

Rendahnya kompetensi guru SMK di bidang praktis sebelumnya juga diakui Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto belum lama ini. Menurut dia, jumlah guru SMK yang berkualitas di Indonesia hanya sekitar 20% dari total guru SMK yang ada.

Ia mengatakan, untuk meningkatkan kualitas guru SMK, pihaknya sedang menyiapkan konsep, yaitu tenaga kerja industri yang sudah memasuki masa pensiun sekitar usia 56 tahun yang notabene sudah berkecimpung di dunia industri cukup lama diberi tanggung jawab sebagai guru SMK. "Tentu kita beri modal berupa persiapan dan pelatihan sebelum mereka terjun menjadi guru."

Langkah itu akan meningkatkan jumlah guru SMK yang berkualitas karena berhasil menggabungkan antara teori dan kemampuan praktik di lapangan.

Moratorium
Hal lain yang paling urgensi dan perlu segera dilakukan pemerintah, menurut pengamat pendidikan Doni Koesoema, ialah menghentikan sementara atau memoratorium pendirian SMK. Apalagi, terbukti selama ini masih banyak lulusan SMK yang sulit mencari pekerjaan.

"SMK kita sudah cukup banyak, tapi lulusannya cuma 1 juta yang diterima kerja, 5 juta lainnya menganggur. Jadi, mestinya dibenahi dulu SMK yang sudah ada," ujarnya, kemarin.

Menurut dia, moratorium SMK diperlukan agar pemerintah bisa fokus mengatasi persoalan guru. Jumlah guru produktif di SMK baru sekitar 80 ribu dari total 279.843.

Sementara itu, yang sudah mengikuti program alih fungsi guru normatif menjadi guru produktif hanya berjumlah 15 ribu orang. Padahal, program tersebut diharapkan mampu menambah kualitas guru SMK.

"Dalam praktiknya, anak-anak kita masih diajar guru yang tidak kompeten. Guru produktif tidak bisa hanya dibentuk dengan pelatihan sebulan kepada guru normatif," tukasnya.(H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya