Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KEJAYAAN suatu bangsa membutuhkan penguasaan teknologi dan inovasi. Sayangnya inovasi anak bangsa masih sulit menembus industri di dalam negerinya sendiri.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto.
"Perlu usaha yang luar biasa agar inovasi karya anak bangsa bisa diterima dan diproduksi secara masal di negerinya sendiri," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Unggul mencontohkan inovasi BPPT berupa garam farmasi yang baru saja diproduksi lokal oleh Kimia Farma selaku mitra BPPT.
Untuk bisa diterima industri sampai diproduksi massal seperti saat ini dibutuhkan waktu hampir 20 tahun.
Padahal, selama ini hampir 99% bahan baku obat, seperti garam farmasi, harus diimpor dari luar negeri.
Bahan baku seperti garam farmasi itu sangat mendasar dalam industri farmasi, khususnya untuk bahan baku pembuatan cairan infus.
Tidak hanya garam farmasi, badan yang dia pimpin juga sukses membuat dan menguji coba radar ADS B untuk navigasi pesawat terbang.
Bahkan teknologi itu sudah digunakan di Bandara Ahmad Yani Semarang.
Mirisnya, lanjut Unggul, teknologi tinggi karya anak bangsa itu belum bisa diproduksi massal kendati pihaknya sudah mencoba menggandeng industri dalam negeri.
"Kendalanya ialah radar tersebut belum tesertifikasi karena belum ada regulasinya," ujar Unggul.
Selain soal biaya, regulasi yang tidak berpihak pada pengembang industri memang menjadi momok bagi inovasi teknologi di Indonesia.
Contohnya, kata dia, seperti radar ADS B tadi.
Kendati sudah teruji, tetap sulit diproduksi karena regulasinya tidak ada.
Padahal banyak bandara di Indonesia yang belum memiliki radar, khususnya di kawasan timur.
Selain aturan, belum ada kebijakan yang berpihak pada inovasi teknologi di dalam negeri.
Misalnya pemberlakuan insentif pajak dan kewajiban bagi BUMN untuk mengutamakan teknologi anak bangsa jika teknologinya sudah ada di sini.
Keterbatasan anggaran
Kendala lain penyebab rendahnya serapan teknologi ialah rendahnya anggaran riset Indonesia.
Anggaran riset kita hanya 0,09% dari PDB nasional.
Padahal Vietnam saja sudah mencapai 0,39%, Malaysia 1,1%, dan Singapura 2%.
Padahal UNESCO sudah merekomendasikan agar anggaran riset suatu negara idealnya 2%.
"Berbagai inovasi sudah dilakukan, tetapi serapan teknologi dan inovasi anak bangsa yang dipakai industri nasional masih di bawah 3%. Industri lokal masih lebih senang membeli teknologi asing," ujar dia.
Menurut dia, kelangsungan negara yang tidak memiliki kemandirian teknologi sangat berbahaya.
Dia menyebutkan banyak potensi masalah yang kelak akan terjadi bila suatu negara terlalu mengandalkan teknologi dari luar.
Potensi masalah itu seperti pemberlakuan embargo dari negara pengekspor teknologi lantaran masalah politik.
Dia mencontohkan, karena perbedaan pandangan politik, Amerika Serikat pernah menghentikan sementara komponen suku cadang alutsista yang dibeli Indonesia.
Risiko lainnya ialah fluktuasi kurs mata uang.
(H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved