Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
INDONESIA dinilai sebagai salah satu negara yang paling tertinggal dalam memanfaatkan sumber daya manusia yang berkompeten di berbagai disiplin ilmu yang tersebar di beberapa negara. Hal tersebut merupakan penyebab terjadinya keterlambatan kemajuan teknologi dan pengembangan berbagai ilmu pengetahuan di Tanah Air.
Demikian benang merah diskusi yang diselenggarakan diaspora Indonesia di Gedung Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) di Jakarta, kemarin (Minggu, 18/12). Diskusi dilangsungkan setelah puluhan diaspora berkumpul dan melaksanakan jalan santai di acara car free day.
Lemahnya sinergi dan kolaborasi semua pihak dalam kerangka berpikir kesatuan negara, kata diaspora, sejauh ini tampak menonjol. Ketidakhadiran negara, masyarakat, serta pihak swasta secara utuh membuat tidak adanya timbal balik atas setiap program dan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memajukan bangsa di berbagai bidang.
"Di Indonesia sebenarnya banyak orang pintar dan banyak juga yang telah menginisiasi berbagai gerakan positif. Namun, sinerginya masih kurang antara masyarakat, pemerintah, dan industri. Tingkat kolaborasi antardisiplin Indonesia masih kurang," ungkap Yustinus Satrio, diaspora yang berkiprah di bidang teknik kimia, di Villanova University, Pennsylvania, AS, saat ditemui di gedung Kemenristek dan Dikti, Jakarta.
Lemahnya kolaborasi tersebut pada akhirnya menyebabkan Indonesia juga lambat dalam merespons isu-isu aktual, misalnya, di bidang energi. Kelemahan yang dialami Indonesia secara signifikan telah diantisipasi berbagai negara maju di Amerika dan Eropa sehingga mereka tidak sampai mengalami krisis besar akibat keterbatasan sumber daya alam.
"Mereka menyadari keterbatasan energi mereka yang semakin habis. Akhirnya mereka memanfaatkan yang ada seperti sampah untuk membuat bahan bakar dan pembangkit alternatif. Itu dilakukan agar mereka tidak bergantung pada negara lain," ungkap Yustinus.
Hal itu bisa terjadi karena adanya kolaborasi yang kuat. Yustinus mengatakan hal tersebut seharusnya juga dapat dilakukan Indonesia bila ada dukungan dari pemerintah, terutama dalam pengembangan teknologi yang disinergikan dengan industri. Diakui, pengembangan kesadaran masyarakat juga masih menjadi pekerjaan rumah besar untuk dapat diselesaikan di Indonesia.
Ekses teknologi
Tantangan Indonesia ternyata tidak hanya pada ketertinggalan teknologi. Lebih dari itu, menurut sosiolog Earren-Wilson College North Carolina, AS, Siti Kusujiarti, tantangan juga datang dari berbagai dampak kemajuan yang ditimbulkannya, termasuk gegar budaya akibat kemajuan arus informasi.
Siti mengatakan, dengan adanya kemajuan media sosial dan teknologi, perubahan sosial terjadi dengan sangat cepat. Generasi muda saat ini dengan mudah mendapatkan informasi dari media sosial, padahal belum ada mekanisme untuk menyaring informasi tersebut.
Siti menilai kondisi seperti itu menimbulkan gegar budaya, yakni datangnya informasi atau budaya asing yang diterima begitu saja dengan ekses yang masyarakat belum mengetahuinya dengan pasti.
"Butuh waktu yang cukup panjang bagi Indonesia untuk dapat memperbaiki dan terbiasa dengan kondisi tersebut, terutama karena Indonesia merupakan negara yang sangat heterogen dengan kompleksitas tinggi," terang Siti.
Menurut Siti, harus ada evaluasi atas apa yang sebenarnya terjadi. Kuncinya perlu ada pihak atau tokoh yang bisa menjembatani dialog dan bisa diterima berbagai pihak.(H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved