Hentikan Kekerasan Komunal dengan Penegakan Hukum

16/12/2016 07:56
Hentikan Kekerasan Komunal dengan Penegakan Hukum
(Dave McRae--Dok. Lowy Institute)

KEKERASAN masih saja terlihat mewarnai perjalanan politik Indonesia. Pun di era reformasi yang menempatkan rezim demokrasi sebagai tujuan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam kacamata Dave McRae, peneliti senior di Asia Institute, Faculty of Art, University of Melbourne, ada banyak hal kekerasan (komunal) yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh berbagai kepentingan, terutama hasrat politik yang melingkupinya. Dalam kesempatan wawancara khusus dengan wartawan Media Indonesia Indriyani Astuti, Dave menuturkan pandangannya seputar konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Apakah banyaknya kekerasan komunal yang terjadi merupakan tradisi di masyarakat?
Konflik komunal di Indonesia merupakan sesuatu yang muncul pada konteks spesifik pada transisi pasca­otoritarian, pada tahun-tahun pertama transisi demokrasi. Saya kira tidak bisa diasumsikan pada sesuatu yang melekat pada sifat masyarakat atau tradisi.

Itu terjadi karena situasi ketidakpastian mengenai persaingan politik yang ada ketika itu dan juga persaingan antarkelompok akan pe­nguasaan sumber daya negara yang ada ketika itu, maka terjadi peristiwa konflik yang kemudian berkembang menjadi besar di beberapa daerah di Indonesia.

Kalau terkait dengan politik dan pe­nguasaan sumber daya, lalu di mana peran negara mengenai kon­flik komunal, seperti yang di Poso?
Bukan hanya konflik di Poso, melainkan juga konflik yang lain, sebagian pelakunya jelas punya tuju­an politik. Jadi, persaingan politik lokal tecermin dalam konflik yang terjadi. Namun, itu bukan menjadi satu-satunya dengan berkembangnya konflik, ada faktor lain yang memicu eskalasi seperti pengalaman dalam situasi konflik, kerugian yang dialami, kemarahan atas peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Peran negara dalam eskalasi konflik?
Harusnya negara mengintervensi dalam peristiwa-peristiwa konflik itu untuk mencegah terjadinya. Kalau kita lihat dalam konflik yang terjadi pascatransisi demokrasi, negara selalu terlambat dalam mengintervensi konflik. Kalau kita lihat di Poso, ada pemimpin atau kunci dari pertikai­an. Kalau negara bisa melumpuhkan kelompok-kelompok itu, kemungkin­an eskalasi yang lebih besar bisa dicegah.

Ada pola atau ciri yang sama terjadinya kekerasan komunal di daerah lain?
Memang yang saya kira konteks yang memungkinkan konflik terjadi ada kesamaan, yakni ketidakpastian mengenai mengontrol pemerintah lokal di daerah yang komposisi agama­nya relatif berimbang.

Di sisi lain ada kearifan lokal untuk menjaga toleransi di daerah konflik bagaimana?
Konflik komunal bisa terjadi kalau masyarakat memberi dukungan kepada pelaku inti. Banyak pihak Yang menggali kearifan lokal untuk mencegah konflik. Tapi di luar itu pentingnya penegakan hukum dan penangkapan pelaku inti untuk menghentikan rentetan kekerasan, misalnya kejadian di Poso dan Maluku.

Sekarang banyak konflik dan intoleransi di Indonesia, tanggapan Anda?
Intoleransi jelas menjadi masalah. Pemerintah seharusnya berperan lebih besar dalam menjalin kebebasan beragama di Indonesia.

Ada kemungkinan bisa menjadi lebih lebar atau perpecahan?
Konflik pada puncaknya biasanya muncul dalam konteks spesifik. Konteks yang memungkinkan konflik skala besar saat ini tidak ada lagi, yakni transisi pascaotoritarian ke demokrasi. Saya tidak melihat Indonesia nantinya berada pada konflik berskala besar. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya