Gegabah Tolak Moratorium UN

Surya Sriyanti
09/12/2016 08:43
Gegabah Tolak Moratorium UN
(MI/RAMDANI)

KEPUTUSAN pemerintah yang tetap mengadakan ujian nasional (UN) dinilai sebagai sikap gegabah karena tidak menanyakan kepada daerah terlebih dahulu tentang kesiapan sekolah menyelenggarakan ujian sekolah berstandar nasional (USBN).

Penolakan moratorium UN oleh Wapres Jusuf Kalla yang diajukan Kemendikbud tersebut dinilai juga cerminan sikap sentralistis dan menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam pelaksanaan manajemen pendidikan nasional. Sejumlah pelaku pendidikan di Kota Palangkaraya, kemarin, menyayangkan sikap pemerintah itu.

Menurut Kepala SMPN 1 Palangkaraya Jayani, kemarin, keberadaan UN bagi sebagian besar sekolah dirasakan hanya menguras energi pelajar maupun pendidik, juga dana. ”Saat persiapan UN kita repot memerlukan waktu dan menghabiskan cukup dana. Selain itu, kelulusan sudah tidak lagi ditentukan UN,” ujarnya.

Jayani menyesalkan masih adanya pihak-pihak yang menghalangi moratorium UN. Alasan pemerintah yang melihat UN sebagai alat ukur pencapaian pendidikan secara nasional, menurut dia, juga kurang pas.

Banyak sekolah dan stakeholder pendidikan ingin diberlakukan ujian berstandar kabupaten kota saja sehingga sekolah bisa lebih fokus dengan proses belajar-mengajar. Seandainya pemerintah ingin melihat capaian dan mutu pendidikan berstandar nasional, pusat bisa mengadakan UN terbatas secara acak.

Guru SMP di Palangkaraya Rahmawati juga sangat menyayangkan pembatalan moratorium UN. “Harusnya tanya lebih dulu ke daerah, ke kami pendidik, apakah itu perlu UN masih diberlakukan, dan kami akan bilang itu tidak perlu karena kelulusan ditentukan sekolah dari proses belajar.”

Seorang kepala sekolah di bilangan Jakarta Selatan mengakui UN merupakan parameter bagi muridnya untuk melangkah ke pendidikan jenjang selanjutnya. Akan tetapi, jika UN diganti USBN, hal itu ada manfaatnya bagi pelajar di daerah tertentu. Sebagai ilustrasi, pelajar Jakarta dan di pelosok Indonesia, pasti beda kemampuan karena perbedaan akses belajarnya.

Kemunduran
Penolakan moratorium UN dinilai merupakan kemunduran dalam dunia pendidikan di Tanah Air. ”Ini langkah mundur. Padahal moratorium UN adalah jalan terbaik untuk menata kembali sistem evaluasi pendidikan nasional secara merata dan adil,” kata pemerhati pendidikan Doni Koesuma, kemarin.

Menurut Doni, keberadaan UN selama ini telah merusak sendi-sendi pengajaran dan pembelajaran autentik. Alasannya guru mengajar hanya untuk tes, siswa belajar hanya untuk menjawab soal, pembelajaran menjadi kering, kurikulum disempitkan menjadi materi ujian. “Apa pemerintah lupa bahwa pendidikan itu untuk membentuk manusia seutuhnya.”

Selama 13 tahun UN diselenggarakan level PISA dan TIMSS hanya ada kenaikan minimal dan tidak signifikan. “Maka mengatakan UN akan meningkatkan kualitas pendidikan itu tidak terbukti,” tukasnya. (Bay/*/WJ/AD/H-1)

sriyanti@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya