Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PEMERINTAH berkukuh melaksanakan program studi Dokter Layanan Primer (DLP) yang direncanakan dibuka pada 2017 mendatang. Kendati demikian, Dewan Perwakilan Rakyat menilai kesiapan prodi baru tersebut perlu dimatangkan khususnya dari kejelasan postur kurikulum dan materi ajar program DLP.
Dalam rapat dengar pendapat umum Komisi X DPR dengan Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan dan Dirjen Sumber Daya Iptek Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi, kemarin, dibahas kesiapan mengenai standar, kompetensi, dan masa transisi yang dibutuhkan sebelum prodi DLP resmi dibuka.
Menurut Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek dan Dikti Intan Ahmad, program DLP merupakan implementasi dari UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran sebagai penunjang peningkatan kompetensi dokter dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional.
Intan mengatakan tim kelompok kerja nasional telah menyiapkan draf standar pembelajaran DLP. Saat ini masih menunggu payung hukum peraturan pemerintah yang tengah diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
“Dokter yang sudah menamatkan pendidikan kedokteran (dasar) dapat memilih ingin mengambil DLP atau spesialis. DLP disetarakan dengan pendidikan pascasarjana walaupun bukan spesialis,” terang Intan.
Ia menambahkan, saat ini sudah ada 17 universitas yang fakultas kedokterannya berakreditasi A dan dianggap siap menyelenggarakan program DLP.
Sesuai rencana, lama pendidikan DLP ditempuh empat semester dengan minimal 50 SKS. Strategi pembelajarannya di kampus dan luar kampus, bisa dengan rekognisi pembelajaran lampau.
Dari segi biaya, Intan mengambil contoh di Universitas Padjadjaran yang telah mulai membuka prodi DLP untuk transisi; satu semester biayanya Rp13,5 juta.
“Diharapkan setelah mengambil program DLP, kemampuan dokter umum meningkat. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya menyembuhkan pasien. Misalnya ada prevalensi suatu penyakit, DLP bisa menanggulangi itu,” terangnya.
Dirjen Sumber Daya Iptek Kemenristek dan Dikti Ali Ghufron Mukti menambahkan DLP berbeda dengan dokter umum. “Bedanya dalam pendekatan cara mengobati pasien tidak hanya individu, tapi juga pendekatan keluarga bahkan komunitas. Mereka dituntut bisa berkomunikasi secara holistik.”
Opsional
Keikutsertaan dokter untuk menempuh pendidikan DLP bersifat opsional. Hal itu ditegaskan Kemenristek dan Dikti bahwa DLP sudah menjadi tren global. Sejumlah negara, terutama negara maju, menerapkan hal itu sebagai pendidikan lanjutan setelah pendidikan kedokteran dasar. Karena itu, Kemenkes bersama Kemenristek
dan Dikti melanjutkan penyiapan program DLP yang setara pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
Inggris yang punya universitas dengan pendidikan kedokteran dasar amat bermutu pun menerapkan program DLP, yang disebut general practitioner.
Hasil kompetensi DLP ialah dokter yang cakap mengobati penyakit umum, menjaga warga agar sehat, dan mendeteksi dini penyakit tertentu demi meningkatkan keberhasilan terapi.
Perihal penyempurnaan postur kurikulum dan kejelasan program, Dekan FK Unpad Yoni Fuadah Syukriani menyampaikan syarat setiap prodi minimal enam dosen pengampu atau yang punya keahlian relevan dalam program studi itu. (H-1)
indriyani@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved